TERAS7.COM – Kasus kekerasan perempuan dan anak di Kalsel tercatat terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam rapat dengan Komisi IV DPRD Kalsel, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Prov. Kalsel memaparkan data yang menunjukkan bahwa kasus terbanyak terjadi di Banjarmasin, yakni sebanyak 194 kasus, yang didata dari 2019-2022. Hal tersebut menjadi sorotan wakil rakyat Komisi IV beserta Wakil Ketua DPRD Kalsel, M. Syaripuddin dalam rapat yang dilakukan pada Rabu (8/3) tersebut.
Wakil Ketua DPRD Kalsel, M. Syaripuddin atau yang akrab disapa Bang Dhin ini mengimbau kepada DP3A untuk membuat inovasi baru bersama stakeholder untuk menekan kasus kekerasan pada perempuan dan anak tersebut.
“Saya minta ke DP3A untuk bisa melakukan kerja sama dengan BRIDA untuk melakukan riset terkait kenapa jadi meningkat angkanya di tiap tahun, jadi tidak ada mengalami penurunan. Minta melakukan riset sehingga dari hasil riset akan terbit rencana aksi daerah yang akan disampaikan ke kabupaten/kota, sehingga interpensi tentang rencana aksi daerah akan menjadi program kerja untuk menurunkan angka-angka kekerasan terhadap perempuan dan anak,” terangnya.
Sekretaris Komisi IV, Firman Yusi, S.P., mengemukakan permasalahan anak yang dipaksa atau terpaksa bekerja, serta keterlibatan anak dalam aktivitas berbahaya. “Saya pernah melihat anak 11 tahun mengemudikan mobil pemadam kebakaran, dan yang mengangkat selang airnya itu anak 10 tahun. Belum lagi anak yang meminta-minta di jalan yang tentu juga membahayakan. Ini harus di atasi,” tegasnya.
Firman Yusi ingin permasalahan tersebut dapat teratasi di tahun yang akan datang. “Saya harapkan terprogram. Ada pendampingan dalam mengatasinya, misalnya dengan Satpol PP dan lain-lain. 2024 saya harap tidak ada lagi anak-anak yang bekerja seperti itu,” tandasnya.
Kepala DP3A Prov. Kalsel, Adi Santoso, S.Sos., M.Si, menjelaskan bahwa DP3A telah berupaya untuk menekan angka kasus tersebut dengan membuat beberapa program.
”Ini kami sampaikan bahwa program yang terkait dengan pertanyaan dewan adalah program perlindungan perempuan dan anak. Di 13 kabupaten/kota kita sebenarnya sudah terbentuk unit perlindungan perempuan dan anak,” jelasnya.
Beliau juga menambahkan DP3A juga sudah didukung dengan adanya Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN dari Kementerian PPPA, namun penyerapan dana tersebut hanya termanfaatkan 40 %. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman Juknis terkait penggunaan DAK sehingga menimbulkan ketakutan terhadap pemeriksaan untuk memaksimalkan penggunaan dana tersebut.