TERAS7.COM – Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Banjarbaru baru saja pada bulan lalu disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
Dari Perda RTRW tersebut, diketahui bahwa luasan wilayah Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan ini menyusut dibanding tahun sebelumnya.
Dalam Perda RTRW tersebut, luasan Kota Banjarbaru menyusut jadi 30.515,26 hektare, tentunya angka ini mengalami penyusutan dibanding tahu sebelumnya seluas 37.138 hektare.
Menurut Anggota Pansus IV DPRD Kota Banjarbaru, Nurkhalis Anshari, penyusutan luasan wilayah ini disebabkan adanya perubahan regulasi yang jadi landasan hukum penetapan luas Kota Idaman.
Perubahan regulasi yang dimaksud Khalis ini yakni, setelah terbitnya Permendagri Nomor 51 Tahun 2020 tentang batas daerah Kabupaten Banjar-Kota Banjarbaru dan Permendagri Nomor 11 Tahun 2021 tentang batas daerah Kabupaten Tanah Laut-Kota Banjarbaru, dan itu juga termaktub di Bab II bagian Ruang Lingkup, Perda RTRW Banjarbaru yang baru.
Sehingga kata Khalis, hal ini lah yang menyebabkan berubahnya luasan wilayah Kota Banjarbaru di dalam UU nomor 9 tahun 1999 yang semula dengan luas 37.138 hektare.
Khalis melanjutkan, perubahan luas lahan ini disebabkan oleh cara atau metodologi yang dipakai dalam mengukur luas wilayah administrasi Kota Banjarbaru.

“Entah waktu Undang-Undang itu dibuat pakai metode perhitungannya seperti apa, namun yang jelas berdasarkan Permendagri yang baru, wilayah Banjarbaru memang hanya seluas 30.515,26 hektare saja,” ujarnya.
Wilayah administrasi yang yang dimaksud Khalis tersebut meliputi lima kecamatan yang masing-masing terdiri empat kelurahan.
Pertama Kecamatan Landasan Ulin dengan luas kurang lebih 7.393,62 hektare yang terdiri atas Kelurahan Syamsuddin Noor, Guntung Payung, Landasan Ulin Timur dan Guntung Manggis.
Kedua, Kecamatan Liang Anggang dengan luas kurang lebih 7.483,44 hektare terdiri atas Kelurahan Landasan Ulin Barat, Landasan Ulin Utara, Landasan Ulin Selatan dan Landasan Ulin Tengah.
Ketiga, Kecamatan Cempaka dengan luas kurang lebih 11.453,48 hektare terdiri atas Kelurahan Palam, Bangkal, Sungai Tiung dan Cempaka.
Keempat Kecamatan Banjarbaru Utara dengan luas kurang lebih 2.687,67 hektare terdiri atas Kelurahan Loktabat Utara, Mentaos, Komet dan Sungai Ulin.
Terkahir, Kecamatan Banjarbaru Selatan dengan luas kurang lebih 1.497,06 hektare terdiri atas Kelurahan Loktabat Selatan, Kemuning, Guntung Paikat dan Sungai Besar.
Meski begitu, Khalis menegaskan, perubahan luasan ini tidak ada hubungannya dengan patok tapal batas wilayah Banjarbaru.
“Soalnya dari hasil informasi yang kami peroleh, tapal batas kita masih tetap kokoh menancap di titik koordinat yang sudah ditetapkan,” ucapnya.
Oleh karenanya, Khalis meminta agar masyarakat Kota Banjarbaru tidak perlu mengkhawatirkan tentang terjadinya penyusutan luas wilayah tersebut.
“Perubahan ini bukan karena perubahan atau pergeseran patok batas wilayah, karena sekali lagi saya tekankan, kondisi ini hanya disebabkan perbedaan cara pengukurannya saja,” ujar anggota Komisi III ini.
Selain angka dari luasan wilayah, Khalis membeberkan, dalam Perda RTRW baru tersebut juga terjadi perubahan luas kawasan perkantoran yang berimbas pada penyusutan kawasan lindung di wilayah Perkantoran Pemprov Kalsel, Banjarbaru.
Dimana fungsi perkantoran yang semula hanya 212 hektare, meningkat menjadi 349 hektare, sementara fungsi kawasan lindung menyusut menjadi 181 hektar dari yang semula 212 hektar.
Untuk hal ini, ia mengaku tidak bisa berbuat banyak terkait pengalihan fungsi kawasan lindung di wilayah Kantor Gubernur Kalsel tersebut.
“Perubahan itu dilakukan berdasarkan hasil koordinasi kita dengan pihak Pemprov dengan mengacu kepada Perda RTRW di tingkat Provinsi yang saat ini masih dalam proses penggodokan. Sehingga mau tidak mau kita harus mengikutinya,” jelasnya.
Selain itu, alasan lain yang membuat pihaknya menyetujui penyusutan kawasan lindung di wilayah tersebut dikarenakan status Ibu Kota Provinsi Kalsel yang saat ini disandang Banjarbaru.
Belum lagi peran sebagai penyangga Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur. Sehingga berimplikasi pada peningkatan sarana dan prasarana di Kota berjuluk Idaman ini.
“Sehingga memang harus ada lahan yang dikorbankan untuk peningkatan pembangunan baik dari fungsi ekonomi, fungsi sosial dan fungsi budaya,” tukasnya.
Lalu, terkait apakah alih fungsi lahan ini bakal berdampak terhadap kondisi lingkungan, menurut Khalis pasti berdampak, namun ia yakin dampak perubahan fungsi kawasan lindung ini tidak terlalu besar terhadap lingkungan di Kota Banjarbaru.
“Efeknya pasti ada, tapi saya pikir semuanya pasti sudah memiliki kajian yang matang. Misalnya batasan wilayah yang ditolerir ketika kawasan tersebut beralih fungsi menjadi perkantoran, selama pembangunan itu dijalankan secara benar, maka saya pikir tidak perlu khawatir,” pungkasnya.