TERAS7.COM – Kuntau Banjar sudah menjadi bagian budaya masyarakat Banjar sejak lama dan menjadi warisan orang tua zaman dulu secara turun temurun.
Beladiri khas banua yang pernah digunakan pejuang dalam perang Banjar melawan penjajah Belanda ini dulu sangat populer di seantero Kalimantan Selatan dan sekitarnya.
Akan tetapi semakin zaman berkembang, makin sedikit masyarakat yang mengenalinya, terutama masyarakat perkotaan, hanya masyarakat yang berada di Hulu Sungai, Marabahan dan Martapura Lama yang masih menjaga tradisi ini.
Kepopuleran peragaan beladiri yang dulu sering ditampilkan dalam acara seremoni tradisional masyarakat seperti perkawinan ini kembali diangkat oleh Komunitas Beladiri Kuntau Pandawa asal Banjarbaru.
Komunitas pendekar Kuntau Banjar dari kota Banjarbaru dan sekitarnya yang belum lama berdiri ini melaksanakan Pergelaran Kuntau Banjar di halaman rumah Presiden Komunitas Minggu Raya (MGR) Kota Banjarbaru, Jalan Salak No. 41 Belakang Kolam Renang Idaman Banjarbaru, pada sabtu sore (16/3).
Dalam Pergelaran langka ini ini, tampil belasan pendekar Kuntau Banjar lintas generasi yang memperagakan jurus atau bunga khas Kuntau Banjar diiringi dengan alunan musik unik dari alat musik babun, gong dan sarunai.
Selain peragaan bunga-bunga Kuntau Banjar, juga diadakan penampilan pertarungan beberapa pendekar kuntau Banjar antar perguruan sebagai penutup pergelaran ini.
Madi, salah satu pendekar Kuntau Banjar yang tampil menjelaskan bahwa Komunitas Beladiri Kuntau Pandawa ini terdiri dari pendekar dari puluhan perguruan Kuntau Banjar yang ada di Kota Banjarbaru dan sekitarnya.
“Saya sendiri berasal dari Perguruan Pancar Harapan. Akar perguruan kami berasal dari Perguruan Hasim Harimau dari Barabai, Hulu Sungai Tengah,” ujar pria yang berdomisili di Perumahan Seribu, Cindai Alus Martapura ini.
Ia menjelaskan karena komunitas ini terdiri dari lintas perguruan kuntau, maka masing-masing memiliki keunikan, peragaan jurus atau bunga dan sistem yang berbeda-beda.
“Walaupun begitu, apapun perguruannya kami semuanya punya akar yang sama. Karena setiap orang yang sudah lulus atau tamat belajar kuntau, maka boleh mengembangkan kuntau sesuai keperluannya, makanya lahir banyak perguruan kuntau yang berbeda,” cerita Madi.
Seperti Perguruan Pancar Harapan, Madi menjelaskan ia menjadi seorang pelatih bagi 36 murid, salah satu tempat latihannya berada di Komplek Citra Keraton, Sungai Sipai, Martapura.
“Dalam perguruan kami ada 9 jurus yang dapat diselesaikan oleh seseorang dalam waktu 6 bulan. Saya sendiri sejak tahun 2000-an sudah belajar kuntau,” kata pria yang menjadi pemain sarunai dalam Pergelaran Kuntau Banjar kali ini.
Madi menceritakan bahwa perguruan kuntau tidak semuanya tertutup, seperti perguruannya yang menerima siapapun yang ingin bergabung, tak perduli umur dan statusnya.
“Tapi dalam perguruan kami memang ada ilmu yang diajarkan tertutup, biasanya mulai jurus ke 8 ke atas. Kami ajarkan secara tertutup karena sudah mulai berbahaya, agar jangan sampai ada yang menyalahgunakannya,” pungkasnya.
Ia menjelaskan salah satu yang ilmunya berbahaya adalah teknik tebasan jarak jauh, selain penggunaan senjata dan ilmu kebal tebasan senjata tajam.
“Teknik tebasan ini dapat membahayakan lawan yang terkena serangannya, hanya bisa diobati dengan bacaan shalawat. Ini salah satu yang tertutup. Juga saat seseorang sampai di jurus ke 8, biasanya orang itu akan menyembelih ayam, ada isi perut tertentu yang harus di telan oleh orang itu. Tujuannya untuk kebal senjata tajam. Sebenarnya ada banyak lagi dan masing-masing perguruan punya keunikan masing-masing,” tutupnya.