TERAS7.COM – Kejaksaan Agung (Kejagung) RI baru-baru ini telah menetapkan tersangka kasus pelanggaran HAM berat Paniai 2014 dari unsur Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Tragedi Paniai sendiri terjadi pada 8 Desember 2014, dimana saat itu warga sipil tengah melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap pemuda di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Kabupaten Paniai, Provinsi Papua.
Dalam peristiwa itu yang oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat tersebut, empat pelajar tewas di tempat usai ditembak oleh pasukan gabungan militer.
Hal ini pun mendapat apresiasi dari banyak pihak, salah satunya datang dari Direktur Solusi dan Advokasi Institut (SA Institut) Suparji Ahmad.
Dalam rilis yang diterima dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar pada Minggu (3/4/2022), Suparji Ahmad mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung yang telah menetapkan tersangka kasus pelanggaran HAM berat Paniai 2014 tersebut.
Menurutnya, hal ini menunjukkan ada kesungguhan dari Korps Adhyaksa untuk menuntaskan peristiwa tersebut.
“Penetapan tersangka terhadap satu orang dari unsur TNI terkait kasus Paniai pada 2014 silam patut diapresiasi karena hal ini termasuk perkembangan positif. Tentu kita berharap Kejaksaan terus mendalami sehingga terang benderang,” katanya.
Suparji menilai tidak tepat apabila kasus ini sampai kepada pimpinan tertinggi, karena saat itu yang terjadi adalah aksi spontan dan hanya melibatkan pihak-pihak yang ada di lokasi tersebut.
Maka, ia menekankan yang patut dimintai pertanggungjawaban pidana adalah pada tingkat pengendali lapangan, karena jika melebihi itu dikhawatirkan malah terjadi bias pertanggungjawaban pidana.
“Peristiwa paniai itu cenderung pada peristiwa yang terjadi karena antisipasi terhadap kerusuhan yang terjadi dan bersifat spontan. Oleh karena itu level pengendalian pasukan, menurut hemat kami tepat pada level pengendali lapangan. Jadi, terlalu jauh dan tidak adequate ketika pertanggungjawaban di tingkat pimpinan tinggi,” ulasnya.
Suparji meminta kepada masyarakat untuk menahan diri dari spekulasi karena saat ini proses hukum sedang berjalan. Oleh karena itu, ia meminta agar seluruh pihak menghormati proses hukum tersebut.
“Untuk lebih dalam memahami duduk perkaranya kita lihat dan kita ikuti perkembangan fakta, yang pastinya tidak akan terlalu lama lagi akan di gelar di pengadilan HAM yang terbuka untuk umum. Jadi sebaiknya semua pihak menahan diri,” tuturnya.
Suparji sepakat seluruh pelanggaran HAM harus ditindak secara hukum dan penanganan peristiwa HAM berat oleh Kejagung ini sekali lagi perlu diapresiasi. Terlebih, pembuktian peristiwa peristiwa pelanggaran HAM berat bukanlah suatu hal mudah.
“Di samping itu ada juga permasalahan perolehan alat bukti juga terkait situasi kondisi sosio kultural yang melingkupi peristiwa HAM yang terjadi,” pungkasnya.