TERAS7.COM – Pneumonia adalah infeksi akut yang menyerang jaringan paru-paru (alveoli) yang disebabkan oleh bakteri, virus, maupun jamur. Terjadinya pneumonia ini berupa pernafasan yang cepat dan sesak pada balita yang dikarenakan serangan peradangan paru ini terjadi secara mendadak. Insiden pneumonia pada negara berkembang termasuk Indonesia hampir 30% pada anak-anak di bawah umur lima tahun dengan tingkat kematian yang tinggi.
Berdasarkan hasil penemuan pneumonia pada balita di Indonesia pada tahun 2020 secara nasional dan provinsi membuktikan bahwa cakupan pneumonia pada balita tertinggi berada di DKI Jakarta (53,0%), Banten (46,0%), dan Papua Barat (45,7%) (Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2020).
World Health Organization (WHO) juga melaporkan 15 negara berkembang dengan jumlah kematian terbanyak akibat pneumonia dengan jumlah terbanyak berasal dari Negara India sebanyak 158.176, diikuti Nigeria diurutan kedua sebanyak 140.520 dan Pakistan diurutan ketiga sebanyak 62.782 kematian. Indonesia berada diurutan ketujuh dengan total 20.084 kematian (Kemenkes, 2018). Hal ini membuktikan bahwa pneumonia pada balita merupakan salah satu permasalahan yang sangat dikhawatirkan.
Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di negara berkembang. Pneumonia merupakan pembunuh utama balita pada dunia yang paling banyak dibandingkan dengan infeksi, campak, dan penyakit AIDS.
Diperkirakan sekitar 1,2 juta anak di bawah usia 5 tahun (balita) meninggal karena pneumonia setiap tahun, daripada AIDS, malaria dan TBC. Setiap tahunnya, pneumonia membunuh lebih dari 2 juta anak balita di Negara berkembang. Hal ini lebih parah apabila dibandingkan dengan 800.000 anak balita yang diperkirakan meninggal karena malaria, dan sekitar 300.000 anak balita yang diperkirakan meninggal karena AIDS (Sari.et.al., 2018).
Mortalitas dan morbiditas di Indonesia dan negara berkembang masih merupakan masalah kesehatan yang cukup besar, khususnya angka mortalitas bayi masih cukup tinggi. Pada masa bayi daya tahan atau antibodi masih dalam keadaan yang belum cukup kuat, sehingga dapat menimbulkan risiko terjadinya penyakit atau infeksi sangat tinggi.
SDKI tahun 2018 melaporkan angka mortalitas bayi di Indonesia sebesar 24/1.000 kelahiran hidup, sedangkan angka mortalitas 32/1.000 kelahiran hidup. Pneumonia merupakan salah satu penyakit yang menyumbang prevalensi morbiditas yang tinggi pada bayi (Nasution, 2020).
Pneumonia dapat ditandai dengan munculnya tanda-tanda kesulitan bernafas dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam serta batuk. Pneumonia dapat ditularkan melalui udara dari seseorang yang menderita pneumonia yang menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara pada saat batuk atau bersamaan dengan bersin sehingga masuk kepada kelompok penyakit menular.
Kuman yang menyebabkan pneumonia masuk ke saluran pernafasan melalui proses inhalasi (menghirup udara) atau dengan cara transmisi pribadi, menggunakan dan memegang benda-benda yang telah terpapar sekresi dari saluran pernafasan penderita pneumonia (Anwar & Dharmayanti, 2018).
Gizi adalah suatu proses menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolism dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi.
Status gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan gizi dan penggunaan zat gizi tersebut atau bentuk dari gizi variabel tertentu (Supariasa, 2019). Status gizi adalah suatu keadaan dimana ekspresi dari keadaan tersebut menimbulkan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan faktor indikator baik buruknya asupan makanan sehari-hari (Rismayanthi, 2019).
Menurut Almatsier (2018), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat mengkonsumsi makanan dan menggunakan zat-zat yang bergizi. Status gizi diartikan sebagai keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi dan penggunaan zat gizi. Status gizi adalah keadaan kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kesehatan fisik dan energy zat-zat gizi lainnya diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur dengan antropometri (Almatsier, 2018).
Status gizi dihubungkan dengan sel tubuh dan pergantian atas zat makanan proses yang berkenaan dengan pertumbuhan dan pemeliharaan serta menghasilkan status gizi yang tinggi dan rendah. Gizi merupakan bagian penting bagi kesehatan dan kesejahteraan yang cukup gizinya apabila mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal dan pemeliharaan energy.
Status gizi adalah gambaran tentang keadaan gizi seseorang sebagian dimakan dan yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga dapat menggambarkan seseorang tersebut dalam kondisi gizi baik, gizi kurang atau gemuk. Untuk mengetahui penilaian status gizi dapat diketahui dengan penilaian status gizi secara langsung dan status gizi secara tidak langsung, secara langsung dengan antropometri, klinis, dan biokimia klinis. Secara tidak langsung survey konsumsi makanan (Almatsier, 2018).
Hal ini membuktikan bahwa status gizi berperan sangat penting untuk masa pertumbuhan balita.
Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya (Nix, 2018).
Menurut Apriadji (2019) status gizi normal merupakan keadaan yang sangat diinginkan oleh semua orang. Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut kekurangan gizi karena keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu (Wardlaw, 2018).
Supariasa dkk. (2019) menjelaskan bahwa ada beberapa metode penilaian status gizi. Pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua, yaitu metode langsung dan tidak langsung. Metode penilaian status gizi secara langsung meliputi antropometri, biokimia, klinis, dan biofisik. Sedangkan metode penilaian status gizi tidak langsung meliputi survei konsumsi makanan, statistic vital, dan faktor ekologi.
Cara Mengukur Status Gizi
Untuk mengetahui status gizi seseorang dapat dilakukan dua pengukuran yaitu (Irianto, 2018).
1. Pengukuran langsung, meliputi:
a. Pemeriksaan antropometri
Pemeriksaan ini berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia, dan tingkat gizi (Supariasa dkk, 2019).
Pemeriksaan antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi, yang terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Pemeriksaan ini dilakukan dengan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan, lingkar lengan dan lipatan kulit trisep. Namun dalam penelitian ini hanya akan difokuskan pada dua parameter yaitu berat badan dan tinggi badan.
– Berat badan menunjukkan jumlah protein, lemak, air dan mineral yang terdapat di dalam tulang (Supriasa dkk, 2019). Menurut Waspadji dkk (2018) mendefinisikan berat badan sebagai salah satu ukuran antropometri yang sudah digunakan sejak dahulu dalam penentuan status gizi, terutama pada orang dewasa. Ukuran antropometri ini memberikan gambaran mengenai massa tubuh seseorang dan dapat dipengaruhi oleh faktor jangka pendek maupun jangka panjang.
Komponen lemak pada wanita biasanya lebih banyak bila dibandingkan dengan pria, dan komposisi otot pada olahragawan biasanya lebih banyak bila dibandingkan bukan olahragawan. Hal ini membuktikan bahwa pada berat badan seseorang dibentuk oleh beberapa komponen seperti cairan tubuh, organ tubuh, lemak, otot dan tulang dengan komposisi yang tidak sama untuk masing-masing komponen.
Seseorang dikatakan mampu mengendalikan berat badan jika mampu mencapai berat badan yang ideal untuk orang seusianya. Berat badan ideal adalah berat badan yang normal yaitu sesuai untuk mempertahankan kesehatan.
Seseorang dikatakan mempunyai berat badan berlebih bila mempunyai berat badan lebih dari berat badan idealnya, sekitar 10% – 20%, dan lebih dari 20% orang tersebut dikatakan obesitas. Berat badan ideal seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, aktivitas fisik dan keturunan (Waspadji dkk, 2018).
Pengukuran berat badan sering menjadi pertimbangan dalam mengukur status gizi karena merupakan pengukuran atau standar yang paling baik, mudah dalam melihat perubahan dan dilakukan dalam waktu yang singkat, dapat mengecek status gizi saat ini dan dalam jangka panjang dapat menunjukkan pertumbuhan, sudah digunakan secara luas dan umum serta tidak banyak menggunakan ketelitian.
Pengukuran berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang digunakan untuk menimbang harus memenuhi syarat yaitu mudah dibawa dari satu tempat ke tempat lainnya, mudah digunakan, harga relative murah, mudah diperoleh, skala mudah dibaca dan ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg.
– Tinggi badan merupakan parameter yang penting dalam menunjukkan keadaan yang telah lalu dengan keadaan sekarang (Supriasa dkk, 2019). Menurut Waspadji dkk (2018) mendefinisikan tinggi badan sebagai ukuran tubuh yang mendeskripsikan pertumbuhan rangka. Tinggi badan seorang perempuan mencapai batas pertumbuhannya pada usia 18 tahun, sedangkan pada laki-laki bisa mencapai lebih dari 18 tahun.
Pada masa ini, perempuan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat daripada laki-laki. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan alat mikrotoa dengan ketelitian 0,1 cm. Hal ini membuktikan bahwa tinggi badan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, gender, keturunan dan ras.
b. Pemeriksaan biokimia
Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, seperti darah, urine, tinja, hati dan otot. Hal ini diuji secara laboratories yang ditujukan untuk mengetahui kadar hemoglobin, feritin, glukosa dan kolesterol. Tujuannya adalah untuk mengetahui kekurangan gizi spesifik.
c. Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi, yang terlihat pada kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada kelenjar tiroid. Tujuannya untuk mengetahui status kekurangan gizi dengan melihat tanda-tanda khusus.
d. Biofisik Pemeriksaan
Biofisik dilakukan dengan cara melihat kemampuan, fungsi serta perubahan struktur jaringan. Tujuannya adalah untuk mengetahui situasi tertentu, seperti orang yang buta senja.
2. Pengukuran tidak langsung meliputi :
– Survey konsumsi
Penilaian konsumsi makanan dilaksanakan dengan cara wawancara mengenai kebiasaan makan dan penghitungan konsumsi makanan sehari-hari. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan gizi seseorang.
– Statistik vital
Pemeriksaan ini dilaksanakan dengan analisis data kesehatan yang meliputi angka kematian, orang sakit dan kematian yang disebabkan oleh hal-hal yang berkaitan dengan gizi. Tujuannya adalah untuk menemukan indikator tidak langsung yang berkaitan dengan status gizi masyarakat.
– Faktor ekologi
Pengukuran ini didasarkan pada ketersediaan makanan yang dipengaruhi oleh faktor ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain sebagainya. Tujuannya adalah untuk mengetahui penyebab malnutrisi yang dialami oleh masyarakat.
3. Klasifikasi Status Gizi
Berat Badan menurut Umur (BB/U) anak usia 0 – 60 bulan
Berat badan sangat kurang (severly underweight) : < -3 SD
Berat badan kurang (underweight) : -3 SD sd < -2 SD
Berat Badan Normal : -2 SD sd +1 SD
Risiko Berat Badan Lebih : > + 1 SD
Panjang Badan atau Tinggi Badan Menurut Umur anak usia 0 – 60 bulan
Sangat pendek (severly underweight) : < -3 SD
Pendek (stunted) : -3 SD sd < -2 SD
Normal : -2 SD sd + 3 SD
Tinggi : > + 3 SD
Berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan anak usia 0 – 60 bulan
Gizi buruk (severly wasted) : < – 3 SD
Gizi kurang (wasted) : -3 SD sd < -2 SD
Gizi baik (normal) : -2 SD sd + 1 SD
Berisiko gizi lebih (possible risk of overweight) : > + 1 SD sd + 2 SD
Gizi lebih (over weight) : > + 2 SD sd + 3 SD
Obesitas (obese) : > + 3 SD
Sumber : (Menkes RI, 2020).
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan gizi untuk anak yang di indikasikan oleh berat badan dan tinggi badan per umur anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan gizi. Di antara kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak bayi.
Bayi yang menderita pneumonia dengan status gizi kurang dikarenakan sebagian besar akibat ibu balita yang kurang pengetahuan tentang pola makan bayi sehingga dapat mempengaruhi status gizi bayi. Bayi dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang pneumonia dibandingkan bayi dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang.
Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan bayi tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi (Berta et al., 2021). Hal ini membuktikan bahwa bayi dan anak bayi yang memiliki status gizi kurang sangat mudah untuk tertular pneumonia.
Untuk itu, perlu ditingkatkan penyuluhan gizi pada ibu bayi, agar tingkat pengetahuan ibu meningkat dan mampu serta mau memperbaiki pola makan bayi, dengan cara memberikan makanan yang bergizi, bervariasi, berimbang dan aman untuk bayi.
Namun demikian selain status gizi ada beberapa faktor risiko berdasarkan permasalahan kejadian pneumonia pada balita perlu diketahui lebih lanjut tentang faktor risiko yang mempengaruhi pneumonia pada balita dan solusi untuk pencegahan pneumonia pada balita lainnya yaitu :
Status Imunisasi
Status Imunisasi adalah kelengkapan lima jenis imunisasi yang diwajibkan untuk balita atau Lima Imunisasi Dasar Lengkap (L-I-L), yaitu: BCG, DPT, Polio, Hepatitis B, dan Campak. Vaksin DPT-HB-HIB adalah suatu vaksin kombinasi dari lima jenis vaksin dari difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, dan Haemophylus influenzae tipe B dan Bakteri Haemophylus influenzae tipe B (HIB) sebagai penyebab dari kuman penyebab pneumonia anak.
Maka dari itu apabila tidak lengkap melakukan imunisasi akan rentan tertular pneumonia (Sumiyati, S 2019). Hal ini membuktikan bahwa status imunisasi memiliki peranan yang sangat penting dalam hal untuk mencegah penularan pneumonia pada bayi. Dengan melakukan imunisasi dapat mencegah beberapa penyakit infeksi dan mengurangi penyebaran infeksi.
Pertahanan tubuh secara alamiah meliputi pertahanan non spesifik dan pertahanan spesifik, pada saat imunisasi terjadi pembentukan antibody spesifik terdiri dari sistem humoral dan seluler yang pertahanan humoral akan menghasilkan zat yang disebut imunoglobulin (IgA, IgM, IgG, IgE dan IgD) dan sistem pertahanan seluler terdiri dari limfosit B dan limfosit T dan terbentuknya sel memori.
Asi Ekslusif
Balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif berpotensi lebih besar untuk menderita pneumonia dibandingkan balita yang mendapatkan ASI eksklusif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hartati (2018), menunjukkan bahwa balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif memiliki risiko 4,47 kali pneumonia dibandingkan balita yang mendapatkan ASI eksklusif.
Jika melihat di lapangan saat ini banyak sekali ibu muda yang baru melahirkan itu menyusui anaknya tidak menggunakan ASI melainkan dengan susu formula. (Nasir et al., 2019). Hal ini membuktikan bahwa pemberian ASI eksklusif memiliki risiko besar terhadap kejadian pneumonia pada balita. Dengan menyusui eksklusif pada enam bulan pertama adalah cara yang efektif untuk melindungi anak-anak dari pneumonia dan penyakit menular lainnya. ASI membuat sistem kekebalan bayi lebih kuat.
Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga
Kegiatan merokok terutama dilakukan oleh kepala keluarga yaitu ayah balita itu sendiri , kakek, saudara ibu atau ayah. Asap rokok mengandung partikel seperti hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida, nikotin, nitrogen oksida dan akrolein yang dapat menyebabkan kerusakan epitel bersilia, menurunkan klirens mukosiliar serta menekan aktivitas fagosit dan efek bakterisida sehingga mengganggu sistem pertahanan paru.
Ketika kekebalan tubuh balita menurun akibat terpapar asap rokok, balita rentan terkena penyakit infeksi, di antaranya infeksi bakteri pneumokokus. Balita dapat terkena pneumonia berulang yang terjadi karena paparan racun yang terdapat dalam asap rokok ( R Rigustia et al., 2019).
Hal ini membuktikan bahwa perilaku anggota keluarga yang merokok mempunyai risiko lebih besar untuk terjadi pneumonia pada balita dibandingkan dengan balita yang tidak tinggal dengan anggota keluarga yang merokok. Berhenti merokok dapat membantu paru-paru menjadi lebih kuat dan mampu melawan infeksi paru-paru. Merokok dapat menyakiti paru-paru dan bahkan bisa menimbulkan infeksi pneumonia. Perokok berisiko lebih besar terkena pneumonia yang mengancam jiwa dan komplikasi penyakit lainnya.
Penutup
Dapat disimpulkan bahwa faktor risiko penyebab pneumonia pada balita di Indonesia adalah Status Gizi yang mana perlu ditingkatkan penyuluhan gizi pada ibu bayi, agar tingkat pengetahuan ibu meningkat dan mampu serta mau memperbaiki pola makan bayi, dengan cara memberikan makanan yang bergizi, bervariasi, berimbang dan aman untuk bayi. Status Imunisasi dengan melakukan imunisasi dapat mencegah beberapa penyakit infeksi dan mengurangi penyebaran infeksi.
Asi Ekslusif dengan menyusui eksklusif pada enam bulan pertama kehidupan adalah cara yang efektif untuk melindungi anak-anak dari pneumonia dan penyakit menular lainnya, Asi membuat sistem kekebalan bayi lebih kuat. Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga dengan berhenti merokok dapat membantu paru-paru menjadi lebih kuat dan mengurangi risiko pneumonia pada anggota keluarga. bagi keluarga yang mempunyai balita diharapkan dapat menghentikan kebiasaan merokok terutama di dalam rumah atau didekat balita.
Penulis : Deya Nadya Istiqomah
Institut : Poltekkes Kemenkes Banjarmasin
Prodi : Sarjana Terapan Gizi Dan Dietetika
Daftar Pustaka
Almatsier, S., 2018. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Anwar, A., & Dharmayanti, I. (2018). Pneumonia pada Anak Balita di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.
Apriadji, W. H. 2019. Gizi Keluarga. P.T. Penebar Swadaya, Jakarta.
Berta Afriani & Lina Oktavia 2021. https://jurnal.stikes-aisyiyah-palembang .ac.id/index.php/Kep/article/view/126
Dinas Kesehatan Kota Depok, Pemerintah Republik Indonesia, Profil Kesehatan Kota Depok 2018.
Direktorat Jenderal PPM dan PL. (2018). Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,Pemerintah Republik Indonesia 2018,‘Berikan Anak Imunisasi Rutin Lengkap, Ini Rinciannya’, Kemeterian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, diakses 11 oktober 2022. http://www.depkes.go.id/article/print/18043000011/berikan-anak- imunisasi-rutin-lengkap-ini- rinciannya.html
Kemenkes R. Profil kesehatan Republik Indonesia tahun 2017. Kementerian Kesehatan RI Jakarta. 2020. https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-Tahun-2020.pdf
Menkes RI, 2020. PMK_No__2_Th_2020_ttg_Standar_Antropometri_Anak.pdf, diakses 11 Oktober 2022.
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No__2_Th_2020_ttg_Standar_Antropometri_Anak.pdf
Nasir, M., Su’udi, A., Rohmawati, N., & Ronoatmodjo, S. (2019). Hubungan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dengan Riwayat Sakit Bayi 0–6 bulan di Indonesia. Media Litbangkes, 29(1), 25–30.
Nasution, Saputra Ade. (2020). Aspek Individu Balita dengan Kejadian ISPA di Kelurahan Cibabat Cimahi. Jawa Barat: Kesehatan Masyarakat Universitas Ibn Khaldun Bogor. DOI: 10.2473/amnt.v4i2.2020.103-10
Nix, Stacy. (2018). Basic Nutrition and Diet Therapy. USA: Elsevier Mosby.
R Rigustia, L Zeffira, AT Vani-Health and Medical Journal, 2019-jurnal.unbrah.ac.id
Sari.et.al. (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita. Jurnal Media Kesehatan, 9(2), 127–133. https://doi.org/10.33088/jmk.v9i2.3 03
Sumiyati, S 2019, Hubungan Jenis Kelamin dan Status Imunisasi DPT dengan Pneumonia pada Bayi Usia 0-12 Bulan, Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, vol. 8, no. 2.
Supariasa. 2019. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC.Jakarta.
Supariasa IDN Dkk. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC; 2019.
Wardlaw, Gordon M, & Margareth W. Kessel. (2018). Perspective in Nutrition. Fifth Edition. New York: The McGraw-Hill Companies.Inc.
Waspadji, Sarwono D. Pedoman Diet Diabetes Mellitus. Jakarta: FKUI; 2018.