TERAS7.COM – Seiring terbitnya moratorium lewat Peraturan Walikota Banjarbaru Nomor 1 Tahun 2018, segala aktifitas yang sesuai dokumen lingkungan terkait pematangan lahan di Kota Banjarbaru tidak diperbolehkan lagi beroperasi oleh pemerintah setempat.
Namun, sebagian bekas aktifitas pematangan lahan dengan kegiatan awalnya pengurukan tanah atau yang dikenal dengan galian C di Kota Banjarbaru, diketahui ditinggalkan begitu saja areal ekprolasinya, tanpa melakukan revegetasi ataupun rencana pemanfaatan sesuai dokumen lingkungan.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Banjarbaru, Sirajoni melalui Kabid Penegakan Hukum, Shanty Eka kepada teras7.com, pada Rabu (21/09/2022).
“Kita ada moratorium lewat Perwali, bahwa kegiatan yang sehubungan dengan pematangan lahan itu tidak diperbolehkan lagi sejak 2018,” ujarnya.
“Ditambah lagi adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang pengelolaan Pertambangan dan Minerba itu kewenangannya semua ditarik ke Pemerintah Pusat,” tambahnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, dahulu aktifitas pertambangan galian C di Kota Banjarbaru yang mengantongi dokumen lingkungan memiliki perjanjian pematangan lahan untuk revegetasi ataupun usaha perumahan dengan pemerintah.
Namun mirisnya, disampaikan Shanty bahwa, setelah ditinggalkan akibat adanya moratorium sejak 2018 lalu, masih banyak areal bekas pertambangan galian C di Kota Banjarbaru yang jadi terbengkalai.
“Sebenarnya mereka (pelaku usaha tambang galian C) itu punya kewajiban, karena mereka punya dokumen lingkungan, disitu jelas ada janji untuk melakukan revegetasi, atau penataan lahan untuk perumahan. Tapi yang sudah membangun jadi perumahan itu bisa dihitung, yang lain masih banyak terbengkalai,” jelasnya.
Oleh karena itu, pihaknya berupaya untuk kembali melakukan perbaikan atau penataan lahan bekas areal pertambangan galian C yang ditinggalkan hingga jadi terbengkalai tersebut.
Akan tetapi menurut Shanty, adanya berbagai alasan dari pemilik-pemilik lahan yang membuat penataan lahan bekas areal tambang galian C sedikit menjadi kendala.
“Mereka sudah kami surati, tapi ada yang berganti kepemilikan, ada juga yang bilang cuman memiliki tanah, tapi yang melakukan aktifitas galian C bukan dirinya, ada juga yang orangnya sudah meninggal, sehingga kami sedikit kesulitan. Jadi hanya 2 atau 3 orang yang benar-benar kepemilikannya,” ungkapnya.
Meski begitu, pihaknya tidak akan melakukan pembiaran terhadap bekas tambang galian C yang terbengkalai di Kota Banjarbaru tersebut.
Oleh karenanya, saat ini pihaknya tengah berupaya mencari legalisasi yang kuat untuk bisa melakukan pemulihan atau rehabilitasi di lahan-lahan galian C yang terbengkalai tersebut.
“Jadi kami dari Pemerintah Kota ini tidak akan tinggal diam, walaupun pada dasarnya ini kewajiban pemilik lahan yang meninggalkan arealnya,” tegasnya.
Shanty berencana, tahun depan pihaknya akan aktif melakukan pendekatan secara persuasif dengan pemilik lahan, agar bisa menemukan solusi untuk pemanfataan lahan bekas tambang galian C yang terbengkalai di Kota Banjarbaru tersebut.