TERAS7.COM – Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Banjar dinilai kurang pengawasan dan audit, Perusaan Daerah luput dari target.
Hal itu disampaikan oleh Saidan Pahmi, Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Banjar usah rapat dengan Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Banjar, tentang pencapaian target pendapatan daerah triwulan ke tiga, pada Senin (04/10).
Dari hasil rapat tersebut diketahui bahwa pendapatan daerah dari pajak daerah yang kemungkinan sulit mencapai target hanya pajak hiburan, pajak mineral bukan logam dan batuan, dan pajak sarang burung walet. Selain itu, diperkirakan akan memenuhi target pada akhir tahun 2021 yang akan datang.
“Sementara pendapatan dari bagi hasil laba Badan Usaha Milik Daerah, kemungkinan sulit tercapai, kecuali Bank Kalsel,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan, target pendapatan Bank Kalsel dalam APBD tahun 2021 sebesar 2,1 Milyar sedangkan yang terpenuhi sebesar 2,7M atau kurang lebih 127,37 Persen.
“BPR dan PD Pasar Bauntung Batuah hingga triwulan ini belum menyetorkan devidennya. Kedua BUMD ini diperkirakan sulit mencapai target lantaran BPR mengalami kerugian sebesar kurang lebih 1,7 M, sedangkan PD Pasar Bauntung Batuah yang di target sebesar 2M, kemungkinan bisa tercapai hanya kurang lebih 375 jt berdasarkan audit akuntan public,” jelas politisi Fraksi Partai Demokrat.
Sedangkan lanjutnya, PD Baramarta yang di target sebesar 10M, pada triwulan ini, baru menyetorkan sekitar 1,2M. BUMD ini juga diprediksi sulit untuk mencapai target hingga akhir tahun 2021 ini, karena masih terlilit utang royalti.
Sementara PT Banjar Intan Mandiri yang ditarget sebesar 5 Milyar, dipastikan tidak akan tercapai karena status PT. BIM dalam keadaan pailit oleh putusan Pengadilan Niaga Surabaya.
Selain itu, PDAM Intan Banjar yang ditarget sebesar 3 Milyar, juga kemungkinan tidak bisa disetorkan, terkendala regulasi yakni Perda yang lama belum dicabut karena memuat cakupan layanan 80 persen, baru bisa menyerahkan deviden sebagai hak daerah.
Raperda perubahan Bentuk Hukum PDAM yang digadang-gadang untuk mengganti perda yang lama belum kunjung disahkan oleh DPRD Banjar.
“Raperda ini, yang diharapkan merubah klausula tentang bagi hasil laba BUMD dengan mencabut soal ketentuan layanan 80 persen,” pungkasnya.
Di tempat terpisah, Pengamat Hukum dan Pemerintahan Supiansyah Darham mempertanyakan status PT BIM yang Pailit namun pada kenyataanya tetap beroperasi, sehingga tidak mungkin tidak mencapai tager.
“Statusnya Pailit tapi PT BIM tetap beroperasi, dimana tidak tercapainya. Ini perlu di evaluasi di audit, kan disana ada pengawasnya” tanggapnya.
Ia juga menyoroti PDAM Intan banjar yang dinyatakan kemungkinan tidak akan menyetorkan PAD, dengan alas regulasi perubahan dalam proses serta pelayanan belum mencapai 80 persen.
“Dimana tidak mencapainya, toh semua pelanggan tetap bayar tidak ada diskon,”cetusnya.
Supainsyah juga mempertanyakan target pelayanan yang seperti apa, seharusnya menurutnya yang harus di targetkan itu bagaimana air bersih tetap bisa mengalir ke semua pelanggan, jangan sampai ada pelanggan yang tidak mendapat air bersih dalam sehari.
“Belum lagi pelanggan yang tidak menggunakan PDAM tetap dikenakan beban 22 samapi 25 ribu, kali jumlah pelanggan, juga pelanggan yang membayar, berapa target keuntungan dari setiap pemakaian, ini tidak masuk akal” tambahnya.
Mendengar tanggapan itu, Saidan Fahmi kembali menanggapi, untuk PT BIM sebelumnya Komisi 2 DPRD Banjar telah menjadwalkan rapat dengan kurator namun tidak pernah datang.
Terkait dengan target PAD dari bagi hasil laba PT BIM, pemerintah daerah tidak mungkin menarik dividen, akibat statusnya yang pailit dan masih berada dalam penguasaan kurator.
Saat ini PT. BIM beroperasi dalam rangka melunasi utang pada kreditor sesuai putusan Pengadilan Niaga Suarabaya. Komisi II telah beberapa kali mengagendakan rapat dengan kurator, tetapi belum pernah dihadiri pihak kurator, meski tujuan kami hanya untuk mengetahui perkembangan beroperasinya PT BIM dalam memenuhi hak kreditor.
“Jangankan minta dividen ke kurator, hadir diundang DPRD aja nggak datang, apalagi bicara soal dividen ke daerah. Lagipula tugas kurator sudah jelas sesuai putusan Pengadilan Niaga Surabaya dan ketentuan dalam UU Kepailitan” jawabnya.
“Kami tidak tahu kenapa tidak datang, apakah karna memang kewenangan kami tidak punya landasan yuridis terhadap kurator yakni di bawah pengawasan Hakim Pengawas Pengadilan Niaga Surabaya sesuai keputusan Pengadilan Niaga Surabaya Nomor 54/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Sby,” terangnya lewat telepon Whatsapp.
Sementara menurut saidan terkait komentar tentang PDAM Intan Banjar belum menyerahkan PAD karena tidak mencapai 80 persen target layanan, menyarankan Supiansyah untuk membuka kembali Perda tentang PDAM Intan Banjar, karena menurutnya belum memahami secara utuh tentang tata aturan keuangan daerah.
“Pelayanan itu hal lain, ini konteknya keuangan daerah, tidak ada yang tidak untung, bahwa PDAM Intan Daerah tidak bisa menarik dividen karena dipagari oleh Perda yang mengharuskan cakupan layanan 80 persen, baru daerah bisa menarik dividen sebagai hak daerah,” jelas kembali mantan Wakil Ketua DPRD Banjar.
Saidan mengingatkan, sebelumnya pada pembahasan PAD PDAM Intan Banjar di targetkan menyerahkan PAD 3 Miliar sampai Perdah Baru disahkan.
“Tapi masalahnya hingga sakarang belum juga selesai,” pungkasnya.