TERAS7.COM – Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2020 mendatang, baliho dan reklame pasangan calon sudah mulai bertebaran, salah satunya di Kabupaten Banjar yang akan diikuti tiga pasang calon Bupati dan Wakil Bupati.
Ada tiga pasangan yang akan bersaing di Pilkada Banjar adalah Andin Sofyanoor – KH Syarif Bustomi (Guru Oton) dari jalur perseorangan serta dua pasangan calon dari jalur parpol, yaitu Saidi Mansyur-Habib Idrus Al Habsyi dan H. Rusli – KH Fadlan Asy’ari (Guru Fadlan).
Pemasangan alat peraga ini terkesan bebas tanpa pengaturan lokasi dan semrawut, bahkan reklame pasangan yang batal maju pilkada pun, masih ada yang tetap terpasang, mulai dari jalan nasional, jalan provinsi hingga jalan kabupaten bertebaran alat promosi bakal calon ini.
Hal ini berbeda dengan daerah tetangga yaitu Kota Banjarbaru, dimana pemasangan reklame pilkada tidak bisa dilakukan sembarangan karena ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur perizinan dan lokasi pemasangan reklame serta kewajiban membayar pajak bagi pemasang reklame pilkada.
Bahkan bakal calon Pasangan Walikota – Wakil Walikota Banjarbaru, (alm) Nadjmi Adhani – Darmawan Jaya Setiawan sempat ke Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Kota Banjarbaru untuk membayar pajak reklame.
Kabid Reklame, Sistem Informasi dan Pengaduan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Banjar, Gusti Yusfrita Yanuarti saat dihubungi melalui WhatsApp mengatakan untuk aturan perda pajak reklame pilkada belum ada diatur.
“Saya lihat di perda no 3 tahun 2011 pada pasal 19 tidak ada mengatur pajak reklame pilkada, kemudian reklame yang terpasang bukan pilkada sudah berijin dan mereka sudah bayar pajaknya di Bapenda,” ujarnya.
Gusti Yusfrita Yanuarti melanjutkan ada juga sebagian reklame yang tidak berizin karena mereka tidak mengurus izinnya di perizinan dan pada tahun 2019 sewaktu pemilihan presiden dan legislatif Bawaslu pernah ada mengeluarkn lokasi pemasangan bakal calon.
“Tahun 2019 kemarin kita koordinasi aja melalui WA dengan KPU dan Bawaslu untuk bakal calon yang terpasang di baliho yang besar dan terlihat, mereka menyewa pada advertising dan sudah bayar pajak oleh pemiliknya ke Bapenda,” tambahnya.
Sementara Kabid Pendapatan 1 Bapenda Kabupaten Banjar, Heryanto mengatakan pajak reklame sudah diatur dalam Peraturan Bupati Banjar nomor 39 tahun 2019 dan reklame pilkada jelasnya memang sudah dibayarkan untuk yang besar atau baliho.
“Pajak reklame yang besar biasanya sudah dikelola oleh vendor. Vendor Lah yang akan membayar pajak reklame tersebut yang biasanya dibayarkan untuk satu tahun ataupun per enam bulan. Space baliho atau reklame yang kosong bisa saja diisi calon kontestan pilkada untuk promosi. Kalau pendapatan dari reklame pilkada yang dikelola vendor kita tidak bisa merincikan karena dibayar per tahun,” ujarnya.
Namun untuk reklame kecil berbentuk spanduk ungkapnya tidak pernah dibayarkan, padahal semua jenis reklame bersifat promosi dikenakan pajak kecuali reklame keagamaan, sosial dan bendera partai.
“Reklame bersifat promosi tetap harus dibayar dimanapun lokasinya. Kabupaten Banjar tak ada menetapkan lokasi khusus atau kawasan yang berlaku pajak bagi papan promosi, baik halaman rumah warga, jika bersifat promosi lokasinya dimanapun akan tetap ada pajaknya, karena sifatnya official assessment,” ujarnya.
Besaran pajak reklame jelasnya tergantung kelas jalan, dimana kelas jalan A untuk jalan A Yani akan berbeda dengan jalan provinsi maupun kabupaten, misalnya pajak reklame dengan ukuran 1×1 meter di jalan kelas b misalnya bertarif Rp 500 per hari, sedangkan dengan ukuran 3×1 meter sebesar Rp 1500 per hari.
Hery menambahkan besaran pajak tersebut memang kecil namun jika dijumlahkan dengan luas wilayah Kabupaten Banjar maka akan besar, terlebih hitungan tarif tersebut per hari.
“Pemasangan reklame memang tak selalu dilakukan oleh tim pemenangan, namun juga bisa dipasang oleh simpatisan. Kalau bakal calon kita yakin tentu mampu untuk membayar, tapi dari tim pemenangan mungkin ada yang belum tahu,” ujarnya.
Pajak reklame pilkada sebutnya memang belum pernah ditagihkan karena Bappeda kekurangan tenaga lapangan untuk menginventarisir jumlah reklame pilkada karena jumlah tenaga lapangan Bappeda hanya berjumlah lima orang, terlebih di masa Pandemi dimana beberapa kali dilakukan wfh sehingga pihaknya kesulitan menginventarisir jumlah reklame.
“Jika seandainya tim pemenangan mau membayar maka pihaknya siap membantu dengan mengeluarkan bukti bayar,” pungkasnya.