TERAS7.COM – Bangunan yang pada tahun 1989 ditetapkan sebagai cagar budaya ini masih terjaga dengan baik,didukung suasananya yang asri ala desa pinggiran kota Martapura tak pernah menyurutkan para pengunjung, baik peneliti dari luar, pelajar, mahasiswa, Dinas, awak media ataupun warga sekitar yang hanya sekedar berfoto dan melihat lihat lihat kondisi rumah yang terbuat dari kayu ulin tersebut.
Dari jalan Martapura lama terlihat bangunan rumah khas Banjar yang masih elok tegak berdiri sampai sekarang.
Rumah yang tepatnya di Desa Teluk Selong Ulu Kecamatan Martapura Barat ini, tampak sekilas bagi sebagian orang bahwa rumah itu tidak ada penghuninya, akan tetapi jika kita masuk ke areal cagar budaya tersebut akan didapat 2 keluarga dari generasi ke 5 yang tinggal didalamnya.
Abu Najib 36 tahun alias Najib, salah satu penghuni rumah yang menempati Rumah Gajah Baliku rumah milik Hj Esah anak dari H.M. Arif sedangkan H.M. Arif dan istrinya Hj Fatimah menempati Rumah Bubungan Tinggi yang sekarang ditempati saudara dari ibunya Najib yaitu pak Bahrudin.
H.M. Arif dan istrinya Hj Fatimah adalah orang yang ia membangun rumah Adat Banjar dikawasan teluk Selong ini pada tahun 1811 yaitu Rumah Bubungan Tinggi.
“Saya lahir disini, dulu disini banyak Rumah asli Banjar tapi sekarang yang tersisa tinggal 2, Rumah Gajah baliku yang saya tempati dan Bubungan Tinggi ditempati saudara dari ibu” ucapnya.
Pengunjung yang datang tidak hanya warga sekitar atau orang Indonesia saja melainkan ada juga kunjungan dari Belanda dan Jepang.
Profesor dari Jepang sangat tertarik dengan rumah adat suku Banjar ini karena Rumah Gajah Baliku sudah bertahan sampai 160 tahun dan Bubungan tinggi sudah 210 tahun hanya dengan bahan kayu ulin.
“Pernah datang kesini Profesor dan mahasiswanya dari jepang selama 4 hari untuk penelitian, kayu yang digunakan untuk bangunan rumah disini alami yaitu kayu ulin dan anehnya semakin terendam air semakin kuat kayunya itu yang menjadi pertanyaan mereka, kalau ditempat lain biar kayu tahan lama harus ditambahkan zat kimia untuk bahan pengawetnya supaya bisa bertahan 100 sampai 200 tahun,” kenangnya.
“Perbaikan perbaikan kecil pernah dilakukan yaitu pada bagian atap dan lantai rumah karena ada yang bocor dan bolong, tapi tidak semua,” imbuhnya.
Najib melanjutkan ceritanya bahwa Pada depan pintu rumah ada gambar kangkung,rantai dan buah delima, dan ternyata ini memiliki arti tersendiri yang begitu menarik.
“Gambar ukiran kangkung memiliki filosofi kangkung bisa hidup di musim kemarau apalagi di musim hujan sekalipun banjir jadi panjang usianya,Rantai memiliki arti silaturahim yang terjaga dengan kuat dan baik, memiliki sepupu 3 atau 4 masih ketahuan tapi pada masa sekarang punya 1 atau 2 sepupu tidak ada yang tahu,terus untuk kembang manggis diluar 5 didalampun jumlahnya 5 itu melambangkan kejujuran,dimulut sama dihati sama,” jelasnya.
Lanjut Najib perhatian pemerintah melalui Dinas kebudayaan dan pariwisata kabupaten Banjar (Disbudpar)sangat memperhatikan terhadap perawatan Rumah Bubungan Tinggi dan Gajah Baliku tersebut.
“Tiap bulan ada dana untuk perawatan rumah rumah ini, untuk Bubungan Tinggi Rp. 1.000.000,- per bulan,sedangkan untuk Gajah Baliku Rp. 700.000,- per bulan, Alhamdulillah rutin,” Pungkasnya.