TERAS7.COM – Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang umum ditemukan di masyarakat dan kasus obesitas ini mengalami peningkatan. Proporsi berat badan lebih dan obesitas pada dewasa umur >18 tahun yaitu 10,5% pada tahun 2007 dan 14,8% pada tahun 2013 serta 21,8% pada tahun 2018 dengan indikator obesitas dewasa yaitu IMT ≥ 27 (Depkes, 2008; Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013; Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2018).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 prevalensi obesitas pada remaja umur 16-18 tahun sebanyak 1,6%, meningkat menjadi 4% pada tahun 2018. Sedangkan prevalensi obesitas pada remaja umur 16-18 tahun di Provinsi Sumatera Selatan sebesar 2%” (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2018).
World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa tahun 2015, sekitar 2,3 miliyar remaja usia 15 tahun ke atas mengalami kelebihan berat badan, dari jumlah tersebut lebih dari 700 juta mengalami obesitas. Masalah gizi remaja perlu mendapat perhatian khusus karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi saat dewasa (WHO, 2020). Hal ini membuktikan bahwa obesitas merupakan salah satu permasalahan gizi yang sangat mengkhawatirkan, karena bisa berdampak hingga dewasa.
Obesitas terjadi pada kondisi asupan energi jauh melebihi penggunaan energi. Karbohidrat termasuk dalam zat gizi makro yang merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Tingginya asupan karbohidrat dan asupan protein menjadi faktor risiko obesitas pada anak.
Pada kondisi obesitas, tingginya asupan karbohidrat menyebabkan glukosa disimpan dalam bentuk trigliserida di jaringan adiposit. Asupan protein yang tinggi melebihi kebutuhan menyebabkan protein akan disimpan di jaringan adiposit. Lemak didalam tubuh diserap dalam bentuk asam lemak bebas dan disimpan dalam bentuk trigliserida di jaringan adiposit.
Obesitas pada dasarnya disebabkan oleh kelebihan jaringan adiposit (Ayu dkk., 2018).
Data Riskesdas 2018, menunjukkan bahwa kejadian obesitas pada dewasa usia di atas 18 tahun yakni berat badan lebih (overweight) 13,6% dan obese 21,8%. Kejadian obesitas di Indonesia memiliki prevalensi obesitas sentral pada dewasa ≥ 15 tahun sebesar 31,0%.
Persentase obesitas tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 42,5% dan yang terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 19,3%. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo tahun 2018 menunjukkan bahwa kejadian obesitas sebanyak 8.795 kasus (30,9%) terdiri dari laki-laki 1.971 kasus (6,9%) dan perempuan 6.824 (24,0%).
Data-data tersebut membuktikan bahwa permasalahan gizi terkait obesitas ini merupakan kasus kesehatan yang tinggi dan harus segera diatasi. Oleh karena itu, tulisan ini akan memaparkan beberapa faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja dan upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan gizi tersebut.
Faktor Risiko Obesitas
Konsumsi Fast Food
Proporsi obesitas lebih banyak terjadi pada siswa yang sering mengkonsumsi fast food karena makanan tersebut tinggi akan kalori, garam dan kadar. Penelitian Mohammad et al., (2018) menemukan 72,4% siswa mengkonsumsi setidaknya satu jenis makanan fast food dalam beberapa bulan terakhir termasuk sandwich 44,4%, pizza 39,7%, dan ayam goreng 13,8%. Konsumsi makanan cepat saji merupakan tren yang muncul dikalangan remaja di seluruh dunia.
Umumnya para remaja banyak mengkonsumsi makanan kurang serat seperti fast food dan junk food (hamburger, kentang goreng, pizza) dan sangat sedikit mengkonsumsi sayuran. Ditambah lagi gaya hidup yang kurang bergerak atau lebih banyak duduk di depan televisi, komputer dan melakukan hal tersebut dibarengi dengan mengkonsumsi cemilan dan mengkonsumsi makanan manis (Pertiwi, 2019).
Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2018), menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsumsi fast food dengan kejadian obesitas pada siswa Sekolah Menengah Atas di Tanggerang Selatan Indonesia. Berbagai penelitian telah melaporkan bahwa konsumsi fast food memiliki hubungan yang signifikan terhadap obesitas pada remaja.
Hal ini membuktikan bahwa konsumsi fast food menjadi salah satu faktor risiko obesitas yang harus diperhatikan, karena makanan cepat saji ini merupakan makanan yang banyak digemari oleh kalangan remaja, sehingga hal ini berdampak pada peningkatan prevalensi obesitas pada remaja.
Upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi risiko obesitas dari faktor konsumsi fast food ini yaitu dengan memilih jenis makanan yang baik dan sehat, menghindari konsumsi fast food, serta membiasakan konsumsi buah dan sayur.
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya obesitas. Hasil metabolisme tubuh yang berupa energi digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Aktivitas fisik terlihat pada remaja yang berisiko obesitas sebagian besar rendah, aktivitas fisik yang rendah berisiko 3 kali mengalami obesitas dibandingkan dengan aktivitas berat.
Sebagian besar remaja berpendapat bahwa aktivitas fisik cukup dengan olahraga di sekolah saja. Mereka kurang termotivasi untuk melakukan aktivitas fisik dalam bentuk olahraga dikarenakan tidak menguasai satu bidang olahraga ataupun jenis-jenis olahraga yang tidak dipelajari di sekolah.
Berdasarkan pemahaman dan pengalaman mereka, tidak ada satupun remaja yang menyoroti bahwa pentingnya aktivitas fisik dalam kehidupan yang lebih aktif (Sundar et al., 2018). Hal ini membuktikan bahwa aktivitas fisik tidak hanya dilakukan dalam bentuk olahraga, tetapi dengan aktif beraktivitas setiap harinya.
Jenis aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti jalan kaki, melakukan pekerjaan rumah, dan bersepeda. Obesitas pada remaja dapat dipengaruhi oleh gaya hidup dan kurangnya aktivitas fisik karena rendahnya aktivitas selama di sekolah dan setelah pulang sekolah siswa jarang sekali melakukan aktivitas fisik seperti olahraga dan berjalan, sebagian besar dari mereka lebih suka melakukan aktivitas fisik pasif seperti duduk, menonton tv, komputer, dan menggunakan handphone bahkan malas untuk bergerak.
Pada remaja yang memiliki aktivitas fisik tinggi tetapi dalam konsumsi makannya kurang baik juga berisiko obesitas, begitupun sebaliknya. Remaja yang tidak melakukan aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan tubuhnya kekurangan energi. Oleh karena itu, jika asupan energi terlalu banyak dan tidak diimbangi dengan aktivitas, seseorang rentang mengalami obesitas. (Irawan et al., 2020).
Berkurangnya aktivitas fisik dan peningkatan penggunaan media menjadi penyebab semakin meningkatnya jumlah obesitas pada remaja (Wulff & Wagner, 2018). Hal ini membuktikan bahwa semakin kurang aktivitas fisik yang dilakukan seseorang, maka semakin berisiko terjadinya obesitas.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko obesitas dari faktor aktivitas fisik ini yaitu dengan meningkatkan aktivitas fisik dalam kegiatan sehari-hari, karena semakin sering seseorang beraktivitas fisik maka akan meningkatkan total energi expenditure (energi yang dikeluarkan) sehingga hal tersebut dapat mempertahankan keseimbangan tubuh.
Genetik
Faktor keturunan (gen) akan menentukan jumlah unsur sel lemak dalam lemak yang melebihi ukuran normal, sehingga secara otomatis akan diturunkan kepada bayi selama kandungan. Sel lemak pada kemudian hari akan menjadi tempat penyimpanan kelebihan lemak atau ukuran sel lemak akan mengecil tetapi masih tetap berada di tempatnya (Puspasari, 2019). Hal ini membuktikan bahwa jumlah unsur sel lemak seseorang ditentukan dari gen orang tuanya. Jika orang tuanya mengalami obesitas, maka akan berisiko mengalami obesitas juga.
Riwayat obesitas dalam keluarga atau orang tua merupakan salah satu faktor prediktor penting terjadinya overweight/ obesitas pada anak. Beberapa penelitian memberikan hasil yang bervariasi dalam hal keterkaitan ini. Anak-anak yang salah satu atau kedua orang tuanya memiliki berat badan lebih/ obesitas lebih mungkin untuk mengalami hal yang sama.
Hubungan ini dapat dijelaskan karena walaupun berat badan anak bergantung pada berbagai faktor seperti genetik, perilaku pemberian makan, dan gaya hidup anak (Armoon & Karimy, 2019), namun faktor genetik sendiri memiliki peran sebesar 40% dalam keseimbangan metabolisme dan energi (Rocha et al., 2020). Hal ini membuktikan bahwa faktor genetik menjadi salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan, karena faktor genetik memiliki pengaruh yang cukup tinggi yaitu 40%.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko obesitas dari faktor genetik ini yaitu dengan memperhatikan pola konsumsi makanan yang sehat, meningkatkan aktivitas fisik, dan memperbanyak pengetahuan tentang gizi.
Penutup
Obesitas menjadi masalah gizi yang sangat dikhawatirkan oleh remaja, karena akan berdampak hingga dewasa. Selain ketiga faktor risiko obesitas yang telah dibahas, sesungguhnya masih banyak lagi faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja. Hal penting yang perlu diperhatikan yaitu bagaimana solusi atau upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah dan menghindari terjadinya obesitas.
Berdasarkan upaya yang telah dipaparkan yaitu dengan memilih jenis makanan yang baik dan sehat, menghindari konsumsi fast food, membiasakan konsumsi buah dan sayur, memperhatikan pola konsumsi makanan yang sehat, meningkatkan aktivitas fisik, dan memperbanyak pengetahuan tentang gizi. Sehingga dengan upaya tersebut diharapkan mampu mengurangi kasus obesitas yang mengalami peningkatan.
Nama : Nor Aida
Kampus : Poltekkes Kemenkes Banjarmasin
Prodi : Sarjana Terapan Gizi dan Dietetika
DAFTAR PUSTAKA
Armoon, B., & Karimy, M. (2019). Epidemiology of childhood overweight, obesity and their related factors in a sample of preschool children from Central. 4–11.
Ayu, D., Primashanti, D., & Sidiartha, I. G. L. (2018). Protein Dan Lemak Dengan Angka Kecukupan Gizi Pada Anak Obesitas. Medicina, 49(2), 173–178. https://doi.org/10.15562/medi.v49i2.66
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2018). Laporan Nasional Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. 2018. Hasil Riskesdas 2018. Jakarta : Depkes RI
https://www.who.int/news-room/factsheets/detail/obesity-and-overweight
Irawan , A. M. A., Umami, Z., Yusuf, A. M., & Harna, H. (2020). Aktivitas Fisik, Durasi Tidur Dan Tingkat Kecukupan Energi Pada Anak Obesitas Di Sd Islam Al Azhar 1. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains Dan Teknologi, 5(4), 186. Https://Doi.Org/10.36722/Sst.V5i4.424
Mohammadbeigi, A., Asgarian, A., Moshir, E., Heidari, H., Afrashteh, S., Khazaei, S., & Ansari, H. (2018). Fast food consumption and overweight/obesity prevalence in students and its association with general and abdominal obesity. Journal of Preventive Medicine and Hygiene, 59(3), E236–E240. https://doi.org/10.15167/2421- 4248/jpmh2018.59.3.830
Puspasari, L. (2019). Body Image dan Bentuk Tubuh Ideal, Antara Persepsi dan Realitas. Bul Jagaddhita, 1(3).
Rocha, S. G. M. O., Rocha, H. A. L., & Leite, Á. J. M. (2020). Environmental, Socioeconomic, Maternal, and Breastfeeding Factors Associated with Childhood Overweight and Obesity in Cear á , Brazil : A Population-Based Study. 1–11.
Sundar, T. K. B., Løndal, K., Lagerløv, P., Glavin, K., & Helseth, S. (2018). Erratum: Correction to: Overweight adolescents’ views on physical activity – experiences of participants in an internet-based intervention: a qualitative study. BMC Public Health, 18(1), 622. https://doi.org/10.1186/s12889- 018-5546
WHO. (2020). Obesity and Overweight. WHO Fact Sheet.
Wulff, H., & Wagner, P. (2018). Media Use and Physical Activity Behaviour of Adolescent Participants in Obesity Therapy: Impact Analysis of Selected Socio-Demographic Factors. Obesity Facts, 11(4), 307–317. https://doi.org/10.1159/000490178