TERAS7.COM – Warga Banjarbaru pertanyakan sikap Badan Pertanahan Negara (BPN) Kota Banjarbaru, terkait Sertifikat Hak Milik (SHM) yang ditarik kembali.
Rita, Warga Banjarbaru yang memiliki tahan dengan ukuran luas 4.340 Meter Persegi mengadu bahwa, sejak diterbitkan SHM pada tanggal 12 April 2019 lalu hingga sekarang, tidak pernah memegang sertifikat tanah miliknya yang merupakan nama dari ibu kandungnya.
Menurut penuturannya kepada media, bahwa ia sudah menguasai tanah beserta fisik bangunan sejak puluhan tahun yang lalu, namun semenjak diterbitkan SHM yang ia sudah pernah diperlihatkan pula, hingga kini tak kunjung diserahkan BPN.
“SHM sudah terbit, pengukuran juga saya diundang untuk menyaksikan, tapi sampai saat ini tidak pernah diserahkan kepada saya,” ucapnya kesal.
Rita yang sudah berkali-kali mendatangi pihak BPN pun tidak mendapat jawaban pasti, ia hanya diberitahukan oleh pihak BPN menunggu SK pembatalan terbit karena dianggap berada di kawasan tanah milik Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
“Waktu itu saya hanya disampikan alasan menunggu SK pembatalan, namun hingga kini juga tidak ada jawaban pasti SK pembatalan apa,” terangnya.
Kedatangannya kali ini besar harapan pihak BPN menyerahkan sertifikat miliknya yang sudah lama terbit dan menerima kejelasan atas alasan yang ia dapatkan.
“Hari ini saya datang kembali, minta ketegasan pihak BPN untuk menyerahkan sertifikat saya,” tegasnya.
Sementara itu, Alkaf Kepala Sub Bagian Tata Usaha BPN Kota Banjarbaru saat ditemui menjelaskan, ditarik kembalinya sertifikat karena adanya tumpang tindih dengan hak pakai Pemerintah Republik Indonesia dalah hal ini ULM.
Pada waktu pengukuran tersebut memang belum dilakukan ploting peta oleh pemerintah Republik Indonesia dan lebih dulu dilakukan dilakukan oleh masyarakat.
“Yang lejas diatas sertifikat tersebut telah terbit sertifikat hak pakai Pemerintah Republik Indonesia (ULM),” terangnya.
Pihaknya juga telah menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk melakuklan ploting peta yang mana tidak ada pungutan biaya alias gratis.
Ia juga mengakui bahwa terjadinya tumpang tindih tanah masyarakat dengan ULM murni kesalahan dari BPN Banjarbaru yang memiliki keterbatasan sumberdaya, sehingga tidak mampu melakukan ploting peta semua sertifikat sejak tahun 2015
“Karena kami salah prosedur, kami mau tidak mau harus membatalkan sertifikat, kenapa kami menerbitkan sertifikat diatas sertifikat Hak Pakai,” akuinya.
Saat diminta bukti Sertifikat Hak Pakai dari ULM, ia tidak bisa memberikan, dengan alasan perlu waktu.
“Untuk itu kita perlu waktu tidak bisa cepat,” ucapnya.
berdasarkan hali itu, BPN saat ini sedang memproses pembatalan SHM yang telah diterbitkan dan memenangkan ULM sebagai pemilik Hak Pakai tanah tersebut.