TERAS7.COM – Walikota Banjarbaru dinilai meremehkan lembaga DPRD kota Banjarbaru yang telah dianggap menolak inisiasi raperda fasilitas pondok pesantren, saat paripurna DPRD Kota Banjarbaru, pada Selasa (09/11).
Inisiasi Raperda dimotori oleh Tarmidi yang menjabat sebagai ketua Bapemperda DPRD kota Banjarbaru ini, diketahui telah melakukan kajian dengan LPMP ULM serta uji publik bersama pondok-pondok pesantren yang berdiri di wilayah Kota Banjarbaru, sehingga menjadi dasar inisiasi yang diajukan oleh DPRD Kota Banjarbaru.
Namun alhasil saat paripurna DPRD kota Banjarbaru Walikota Banjarbaru Aditya Mufti Ariffin malah menunda dan dianggap menolak dengan alasan kekurangan anggaran.
“Mestinya kalau menolak jangan pada saat kajian seperti ini, ini sudah tidak benar, dengan alasan membebani anggaran,” ucap Tarmidi kepada teras7.com
Hal itu dianggap oleh anggota DPRD Kota Banjarbaru dari Fraksi PKB komisi 2 telah meremehkan lembaga DPRD kota Banjarbaru, sebagaimana amanat dari undang-undang nomor 18 Tahun 2019 tentang pasilitasi pondok pesantren dan Peraturan Presiden No 16 tahun 2021 tentang anggaran pondok pesantren.
“Belum pembahasan sudah ditolak, Mestinya begitu kita rapat membentuk pansus baru kita cari tau poin mana sih yang membebani anggaran, tapi kan yang mana yang membebani kita bisa kurangi, ada apa dengan cinta,” ujarnya tersirat.
Tujuan dari ini bagaimana kita bisa membantu masyarakat sebagaimana amanat Undang-undang nomor 18 Tahun 2019 bukan hanya Kemenag tapi pemerintah juga berpartisipasi.
“Ini pertama kali dalam sejarah berdirinya Banjarbaru belum ada yang seperti ini, ada apa dengan cinta,” tutup Tarmidi.
Sementara itu saat dikonfirmasi, pada Rabu (10/11), Walikota Banjarbaru, Aditya Mufti Ariffin menyatakan bahwa ia tidak pernah mengucapkan kalimat penolakan pada saat Rapat Paripurna tersebut.
Sambung Aditya, ia hanya meminta ditunda dulu, karena inisiasi raperda fasilitas pondok pesantren ini implikasinya mengarah kepada APBD Kota Banjarbaru.
“Jadi bukan menolak tapi menunda, seperti yang disampaikan kemarin pada sambutan, implikasinya itu kan nanti ke APBD, sedangkan APBD hari ini sedang menurun akibat pandemi,” terangnya.
Menurutnya, jika melihat dari peraturan perundang-undangan terkait hal tersebut, implikasinya mengarah ke APBD, sedangkan saat ini keuangan daerah di Banjarbaru sedang “berdarah-darah” akibat pandemi.
“Sedangkan APBD saat ini sedang berkurang, kalau dipaksakan tidak bisa jalan undang-undang itu,” ungkapnya.
Meski begitu, jika keuangan daerah sudah mulai membaik untuk mendanai hal tersebut, Aditya mengaku tidak masalah dan mempersilahkan untuk itu dijalankan.
“Kita lihat kalau keuangan daerah sudah mampu untuk mendanai itu, ya silahkan jalankan lagi tidak masalah,” tandasnya.