TERAS7.COM – Dalam acara Workshop Journalist Camp 2020 ini merupakan kesempatan bagi peserta untuk menimba ilmu Khususnya dalam dunia jurnalistik.
Faturrahman, Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimatan Selatan, menyampaikan tulisan bisa menjadi saksi sejarah.
Hal tersebut ia sampaikan, dalam kegiatan Workshop Journalist Camp (WCJ), oleh Dapur Jurnalis Banjarbaru (DJB) dan Baret78 di Hutan Pinus Mentaos Kota Banjarbaru, Pada Jumat (09/10).
“Karena tulisan adalah sejarah, bagaimana kita mengukir sejarah itu semua berawal dari sebuah tulisan, Contohnya sejarah indonesia,” jelasnya.
Ia juga menceritakan pembangunan di Indonesia tidak luput dari peran pers dan media sejak masa pemerintahan presiden Republik Indonesia pertama Ir. Soekarno.
“Jika pada masa menjelang kemerdekaan tidak ada media dalam hal ini siaran radio, maka negara Palestina, Arab Saudi dan Mesir tidak bisa mengakui kemerdekaan Negara Indonesia,” tambahnya.
Pada masa orde baru, media tidak bisa bebas, jika ada koran yang mengkritisi pemerintah di masa itu, maka pemberitaan yang dimaksud dipastikan langsung di cabut.
Pria yang kerap disapa Bang Atui ini juga menerangkan, menjadi seorang jurnalis tidak terbatas menjadi wartawan, penyiar, reporter tapi juga bisa bekerja di berbagai bidang swasta dan pemerintahan manapun karena pengetahuan dan jaringan luas yang dimiliki.
Sementara itu Marliana, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah pada acara WJC memberikan materi perkenalan kode etik jurnalis dan dasar – dasar penulisan, dimana kode etik menurutnya, menjadi pelindung aktivitas tulisan menulis.
“Selama ada undang-undang pers dengan tetap berada dalam koridor kode etik jurnalis tulisan mereka tetap aman,” cetusnya.
Dan ia juga mengatakan bahwa penulis tidak harus menjadi seorang wartawan, Dimanapun dan siapapun boleh menulis di era 4.0 ini.
“Jadi kalau ada tulisan yang bertentangan dengan kode etik jurnalis, maka itu bisa di tuntut atau dilaporkan ke aparat yang bersangkutan,” pungkasnya.