TERAS7.COM – Sekian lama berjalannya proses kasus korupsi yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Banjar, hingga pada tahap penahanan terdakwa, masih saja menuai pertanyaan dari beberapa pihak, terutama mantan Sekertaris KPU Banjar, H Gusti M Ihsan Perdana yang kini di tahan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas I Martapura.
Mantan Sekretaris KPU Kabupaten Banjar, H Gusti M Ihsan Perdana melempar senyum lepas saat menerima kedatangan wartawan, memenuhi undangan mengunjunginya dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas I Martapura, Selasa (20/8). Dirinya mengaku kondisinya selama menjalani hukuman atas kasus penyalahgunaan laporan keuangan KPU Banjar tahun 2013.
Ai mengatakan, kondisi kesehatannya baik-baik saja, hingga bahkan berat badannya pun mengalami kenaikan selama berada dalam LPKA Kelas I Martapura. Berbeda dengan kedua rekannya, Husaini dan Wiyono yang terkesan putus asa dan berat badan keduanya pun turun drastis.
“Agak kurus Pak Husaini dan Wiyono, mereka pasrah menjalani,” ucapnya.
Dirinya pun mempertanyakan proses pemeriksaan masuk dalam LPKA Kelas I Martapura yang ketat. Bahkan handphone dan jaket serta tas harus ditinggil di ruang Kepala Pengawas yang berada di lobi.
Pria yang menjabat sebagai Sekretaris KPU dari 2009 hingga 2016 itu menyayangkan proses hukum yang dinilainya terkesan tebang pilih. Raut wajahnya berubah drastis, dari yang semula nampak santai menjadi sedikit tegang dan bersemangat menceritakan kasusnya, bahkan pria yang akrab disapa Ihsan itu membeberkan bukti-bukti baru.
“Melihat memang seakan ada ketidakadilan,” ungkap H Gusti Ihsan Perdana.
Ia melanjutkan, seperti kasus korupsi tiga pejabat di KPU Kabupaten Banjar, yakni Ketua KPU Banjar, Ahmad Faisal, Sekretaris KPU Husaini dan Bendahara KPU Banjar, Wiyono. Menjalani hukuman kurungan penjara hanya Husaini dengan vonis empat tahun dan Wiyono vonis tujuh tahun, keduanya dieksekusi pada Januari 2018 lalu setelah melewati proses hukum yang cukup panjang.
Dugaan korupsi ketiganya menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 10,61 miliar. Dalam dakwaan yang dibacakan JPU kala itu dalam persidangan bahwa sisa uang hibah untuk pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur dan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Banjar 2015, bukannya dikembalikan ke kas daerah, melainkan digunakan untuk pengeluaran yang tidak sesuai peruntukannya, salah satunya adalah melakukan perjalanan wisata ke Lombok NTB bersama beberapa puluh orang.
Ketiga terdakwa didakwa melanggan pasal 2, Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP untuk dakwaan primernya.
“Pak Faisal tidak dieksekusi, ada apa,” katanya yang merasa heran.
Kasus dugaan korupsi anggaran Pemilu 2014 sebesar Rp 2,4 miliar yang menyeret mantan Komisioner KPU Kabupaten Banjar, Tarmiji Nawai juga tidak “menyentuh” Ahmad Faisal. Ihsan pun menunjukan bukti, tanda terima sementara, pengambilan uang sejumlah Rp 393.215.800 kepada bendahara pengeluaran KPU Banjar tertanggal 25 Maret 2014, ditandatangani yang menerima Tarmiji Nawawi dan ditandatangani Ahmad Faisal mengetahui sebagai Ketua KPU Banjar,.
Ihsan pun memperlihatkan bukti pemeriksaan BPK RI yang menyebutkan hasil pemeriksaan menunjukan bahwa kegiatan pengadaan pada KPU Kabupaten Banjar tahun anggaran 2014 tidak dilaksanakan mengikuti ketentuan yang berlaku. Yaitu, pengadaan tidak melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pengadaan.
Hasil pemeriksaan menunjukan bahwa pada tahun 2014 terdapat tujuh kegiatan pengadaan yang tidak melalui PPK dan Pejabat Pengadaan, yaitu pengadaan kaos dan topi peserta gerak jalan senilai Rp 76.500.000, pengadaan konsumsi peserta gerak jalan senilai Rp 45.000.000, pengadaan penggandaan formil DPT Pileg senilai Rp 114.998.400, sewa kendaraan roda empat pikap senilai Rp 59.950.000, sewa komputer dan printer senilai Rp 38.000.000.
Hasil pemeriksaan juga menyebutkan, realisasi dana yang belum dipertanggungjawabkan oleh komisioner KPU Banjar yakni Rp 2.227.844.648. Anggota KPU Banjar periode 2013-2018 terdiri dari Ketua, Ahmad Faisal, anggota atau komisioner, Tarmiji Nawawi, Febrianto, Safwani dan Fazeri Tamzidillah.
Kuasa hukum, Ahmad Faisal, Ali Martado ketika dikonfirmasi melalui telepon selulernya belum mengangkat, melalui pesan Whatapp belum memberikan tanggapan. Sedangkan orang dekat Ahmad Faisal dicoba dikonfirmasi, mengatakan akan mencoba menghubungi yang bersangkutan terkait hal tersebut, yang bersangkutan aktif di kegiatan salah satu organisasi bidang pertanian.
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar sempat ingin mengeksekusi Ahmad Faisal yang menjadi terpidana korupsi KPU Banjar pada Agustus 2018 lalu. Namun hingga sekarang belum dieksekusi karena menunggu hasil salinan putusan dari Mahkamah Agung RI.
Dijumpai Ahmad Faisal, pada Rabu (21/08) oleh teras7.com, ia terlihat dalam keadaan sehat dan bugar, bertempat di salah satu cafe yang ada di Kawasan Kota Martapura miliknya, menjalani aktifitas biasa dan rutin meminum obat jantung dari dokter.
Ia juga membeberkan beberapa taggapan yang dianggap tidak adil oleh Gusti M Ihsan terhadapnya, dengan penjatuhan hukuman dirinya sebagai tahana kota adalah sebuah sangsi yang berat, dimana menurutnya walau pun tidak ditahan di LP, ia pun juga tidak bisa mengikuti arus dan kegiatan rutin, baik berpolitik atau bersosial lainnya.
“Saya berkomentar sederhana saja, saya menganggap berita ini bukan hal yang baru, tapi kalau ingin menegakkan keadilan mari kita lihat siapa yang tidak adil, kita kaget juga kenapa berita itu muncul,” jawabnya kepada teras7.com.
Terkait vonis yang juga disinggung oleh Gusti M Ihsan, menurutnya tidak berhak untuk menanyakan hal itu, karena yang lebih berwenag dalam hal ini adalah pihak yang telah memutuska hukuman, yang mana dengan putusan kasasi menjatuhkan hukupan padannya selama 5 tahun, dengan apa yang ia ketahui, bahwa 5 tahun menjadi tahana kota berarti sama dengan 25 tahun ia menyandang hukuman sebagai narapidana kasus korupsi.
Ia yang juga sekarang sedang menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Banjar menganggap, dengan hukam ini pun ia tidak mendapatkan keadilan, dimana dengan status hukuman yang dijatuhkan kepadanya, telah mematikan karir dan prestasi politik yang sudah ia bangun sejak lama.
“Saya menganggap saya dihukum lebih tidak adil, saya bergerak dipolitik dan diancam secara politik, jadi apa yang saya pelajari dipolitik sudah habis dengan satu putusan di pengadilan,” pungkasnya.