TERAS7.COM – Komisi II DPRD Banjar melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan PT. Bank Perkreditan Rakyat Astambul dan PT. Bank Perkreditan Rakyat Simpang Empat dipimpin oleh Ketua Komisi II Pribadi Heru Jaya di ruang Komisi II DPRD Banjar pada Rabu (17/6).
Dua Bank Perkreditan Rakyat ini merupakan BUMD yang saham mayoritas kepemilikannya adalah milik Kabupaten Banjar yang telah bermetamorfosis dari Badan Kredit Kecamatan atau BKK, dibentuk dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kredit bagi usaha kecil menengah.
Usai RDP, Anggota DPRD Banjar Komisi II Saidan Pahmi mengatakan sejak BPR dimasukkan sebagai lembaga yang berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), membuat lembaga ini keteteran mengikuti regulasi yang dikeluarkan oleh OJK.
“Mereka harus dipersamakan perlakuannya dengan lembaga Perbankan yang besar, sementara modal usaha dan uang yang dihimpun BPR tidak sebesar Bank konvensional. Karena itu kita mengundang mereka untuk membahas soal dividen pemkab Banjar yang semakin menurun,” ujarnya.
Saidan Pahmi membeberkan dalam RDP tersebut terungkap salah satu BPR tersebut tidak bisa menyumbangkan dividen untuk PAD Kabupaten Banjar dari tahun 2019 dan mungkin 2020 ini karena banyaknya kredit yang macet.
Komisi II lanjut Saidan Pahmi juga mengejar soal mekanisme pinjaman di BPR, apakah karena mengikuti peraturan OJK sehingga membuat angka kredit macet tersebut sangat tinggi.
“Mereka mengakui dilematis, karena standar pinjaman di peraturan OJK harus ada jaminan yang jelas misalnya sertifikat tanah, sementara di lapangan banyak surat tanah yang hanya beralaskan surat sporadik,” ungkapnya.
Jika dipaksakan sesuai standar, maka fungsi pelayanan kepada masyarakat kecil untuk memberikan kredit usaha dengan mekanisme yang sederhana akan semakin jauh dari harapan.
“Dari diskusi tersebut, saya merasa pesimis jika kita terus mengandalkan BPR untuk membuka cabang baru di kecamatan lainnya demi memberikan kredit usaha bagi masyarakat menengah ke bawah. Oleh karena itu saya menyarankan dalam forum tersebut agar kita mengkaji ulang usulan Raperda penyertaan modal ke BPR, karena fungsi pelayanannya semakin jauh apalagi ingin mengejar keuntungan,” beber politisi Demokrat ini.
Saidan Pahmi mengusulkan lebih baik penyertaan modal tersebut dialihkan dengan cara membentuk lembaga keuangan yang berbasis syariah yang tidak di bawah pengawasan OJK seperti Koperasi atau BMT yang modalnya dari APBD.
“Pada RDP tersebut, Komisi II menyimpulkan bahwa wacana ini perlu ditindaklanjuti oleh bagian ekonomi Pemkab Banjar dengan melibatkan kelompok ahli atau pakar,” sebutnya.