TERAS7.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) hukum acara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) bagi Partai Garuda, di Pusat Pendidikan (Pusdik) Pancasila & Konstitusi di Bogor. Senin (05/06/2023).
Dalam acara ini, Hakim Konstitusi MK, Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum menyampaikan, jika pihaknya sama sekali belum memutuskan terkait perkara sistem pemilu proporsional tertutup atau terbuka yang jadi perselisihan belakangan ini.
Karena menurutnya, untuk memutuskan sistem pemilu apakah terbuka atau tertutup tersebut, perlu melibatkan banyak saksi, ahli, dan pihak terkait.
“Kesimpulan para pihak baru saja dimasukkan, masih hangat itu fotocopian nya kalau dipegang,” ujarnya.
Terlebih kata Hakim Konstitusi MK ini, sebelum keputusan sistem pemilu diambil, harus dilakukan pembahasan di ruangan yang aksesnya hanya bisa dilewati oleh orang-orang tertentu.
Oleh karenanya, hingga saat ini, ia menegaskan jika keputusan terkait sistem pemilu yang tengah hangat diperbincangkan banyak orang tersebut belum ada keputusan.
“Kesimpulan parapihak, selanjutnya akan kita telaah, saat ini kami belum memutus,” ucapnya.
Sementara itu, di tempat bersamaan, Wakil Ketua Umum Partai Garuda, Teddy Gusnaidi menyatakan, jika dalam kurun waktu setahun belakangan, MK tengah menjadi sorotan masyarakat akibat perkara sistem pemilu tersebut.
“Setahun ini, sudah hot MK ini, terkait sistem proporsional Pemilu terbuka atau tertutup,” ungkapnya.
Apalagi kata Teddy, perkara sistem pemilu terbuka atau tertutup ini, menjadi semakin hangat usai cuitan dari Denny Indrayana beberapa waktu lalu.
Meski begitu, ia menegaskan, Partai Garuda tidak ingin mengambil posisi politik bergunjing terhadap isu yang tengah hangat di masyarakat tersebut.
Sebab baginya, bukan ranah Partai Garuda untuk ikut terlibat memutuskan sistem pemilu, ia mengaku lebih memilih menunggu keputusan resmi dari MK terkait hal tersebut.
Jika kemudian keputusan MK selaras dengan tebak-tebakan yang disampaikan Denny Indrayana, menurutnya tidak mengurangi atau bahkan menggagalkan keputusan lembaga yudikatif tersebut.
“Dan lembaga yang sahih dalam hukum acara adalah MK, oleh karena itu wajib di laksanakan keputusannya,” pungkasnya.