TERAS7.COM – Selama ini, Pohon Ketapang yang berbentuk seperti payung, berdaun lebar dan tumbuh secara alami tumbuh di bantaran-bantaran sungai atau di pinggir jalan.
Siapa sangka ternyata pohon ketapang yang selama ini hanya menjadi pohon peneduh nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Daun kering ketapang yang selama ini hanya menjadi sampah belaka ternyata laku di luar negeri dengan harga 1 juta rupiah perkilogramnya.
Daun kering ketapang ini menjadi bahan pembuatan obat, mewarnai ikan cupang dan menjadi bahan untuk kosmetik di Negara jepang.
Salah satu warga Martapura, Andre (32) mengatakan tidak mengetahui daun kering ketapang yang selama ini menjadi sampah ternyata bernilai.
“Saya tak tahu kalau daunnya yang kering ternyata berguna. Kalau benalu yang tumbuh di pohon ketapang saya tahu karena banyak dicari sebagai bahan obat kanker, tapi kalau daun ketapang baru ini mendengar,” ujarnya.
Potensi daun kering ketapang ini pun tambah warga Jalan Menteri Empat Karangan Putih RT 32 Kelurahan Keraton ini dapat dimanfaatkan untuk menambah pendapatan masyarakat.
“Bagus kalau dikembangkan, tapi kita tak tahu kemana menjual dan belum ada pengepulnya. Padahal di sini saja hampir setiap hari bisa dikumpulkan 1 drum daun kering. Kalau ada pengepulnya kan kita bisa mengerahkan masyarakat sebagai pemasukan tambahan bagi keluarga, ini seharusnya jadi perhatian pemerintah,” katanya.
Sementara Kepala Dinas Peternakan dan Perkebunan (Disnakbun) Kabupaten Banjar, Dondit Bekti mengungkapkan potensi daun kering ketapang tidak bisa digali.
“Dalam pertemuan terakhir di Kementerian Pertanian, ada 4 komoditi yang dikembangkan di Kabupaten Banjar, yaitu karet, kelapa dalam, kelapa sawit dan kopi. Kebetulan ketapang tidak masuk zona yang dikembangkan, jadi pengembangan daun ketapang tak bisa maksimal,” terangnya.
Hal ini lanjut Dondit Bekti karena pemerintah pusat sudah membagi setiap daerah dengan masing-masing cluster komoditas yang harus dikembangkan.
“Kalau kita mencoba mengembangkan yang diluar zona kita tidak akan direspon oleh pemerintah pusat walaupun komoditas itu punya potensi ekonomi yang tinggi. Tapi kalau ada kelompok atau swasta yang melakukan pengembangan, kami coba fasilitasi tapi kami tak berani mengusulkan proposal ke pusat,” jelasnya.