TERAS7.COM – Berbicara soal penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) erat kaitannya dengan sinergitas berbagai pihak, terlebih jika kejadian itu terjadi di wilayah perbatasan.
Seperti di Kota Banjarbaru, karhutla acap kali terjadi di daerah Pengayuan yang berbatasan dengan Kabupaten Tanah Laut, dan di Syamsudin Noor yang berbatasan dengan Kabupaten Banjar.
Kedua daerah ini pun menjadi lokasi tinjauan dari Komisi III DPRD Banjarbaru, pada Minggu (01/09/2023), dengan tujuan untuk melihat bagaimana pola penanganan karhutla yang dilakukan oleh Pemerintah Kota di daerah perbatasan.
“Kita tadi mencoba untuk melihat daerah-daerah perbatasan. Misalnya daerah Pengayuan yang berbatasan dengan Kabupaten Tanah Laut. Kemudian daerah Syamsudin Noor yang berbatasan dengan Martapura (Kabupaten Banjar -red) terkait bagaimana pola penanganan penanganan di daerah-daerah perbatasan,” ujar Ketua Komisi III DPRD Banjarbaru, Emi Lasari, pada Minggu (01/09/2023).
Melihat hal ini, Emi meminta agar Pemerintah Kota Banjarbaru dapat berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) bersangkutan agar bisa menemukan pola penanganan karhutla di wilayah perbatasan.
“Karena tentunya titik-titik api itu juga ada di daerah Tanah Laut dan juga Kabupaten Banjar. Sehingga memang perlu koordinasi antar kabupaten yang dilakukan,” pinta Emi.
Dari kedua daerah ini, disampaikan Emi, pihaknya menemukan sejumlah catatan penting terkait karhutla, khususnya kondisi relawan di lapangan.
Emi menilai jika kondisi tim relawan yang berjibaku menangani karhutla dalam dua bulan terakhir ini sangat mengkhawatirkan, khususnya urusan keselamatan dan keamanan.
“Kita lihat di lapangan tadi yang masih sangat mengkhawatirkan itu adalah perlengkapan safety mereka, baik itu relawan, bahkan personil BPBD kita. Mereka tidak menggunakan wearpack, dan tidak menggunakan masker khusus,” ungkapnya.
Pun dengan infrastruktur penunjangnya kata Emi juga sangat kurang, seperti di Syamsudin Noor, para relawan hanya bermodalkan alkon penyedot air berukuran kecil yang daya sedotnya tidak maksimal dalam menangani karhutla.
Tak hanya itu, kata Emi, relawan swasta juga mengeluhkan terkait Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dipergunakan untuk menangani karhutla.
Di sisi lain, Emi menilai, Sumber Daya Manusia (SDM) yang berjibaku menangani karhtula itu terbilang masih sangat minim, jika dibandingkan dengan kejadian karhutla yang luar biasa.
“Seperti di Pengayuan tadi hanya satu tim relawan dengan titik api yang sudah sangat luar biasa. Itu kan tentunya juga tidak bisa memenuhi, apalagi mereka juga dengan perlengkapan seadanya,” ucap Emi.
Oleh karena itu, terkait kondisi relawan ini, Komisi III DPRD Kota Banjarbaru dalam waktu dekat berencana untuk memanggil BPBD Kota Banjarbaru untuk melangsungkan rapat kerja sekaligus evaluasi.