Pernah suatu saat yang mengharuskan hidup di luar kota, saya terpaksa meninggalkan rumah selama dua tahun.
Rupanya selama tidak dihuni manusia, ada penghuni lain yang hidup di sana, kebetulan makhluk hidup itu suka sekali mencerna selulosa dari bagian-bagian rumah yang terbuat dari kayu.
Hal itu baru disadari saat kembali pulang, menemui beberapa bagian utama rumah digerogoti rayap tanpa ampun, struktur rumah jadi tidak karuan dan membahayakan.
Walaupun sudah berusaha diperbaiki, tetap saja ada rasa was-was, bagaimana jika nanti suatu saat rangka utamanya runtuh.
Sampai akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumah itu, yang dirasa sudah tidak begitu nyaman untuk ditinggali, karena bagaimanapun kenyamanan adalah kunci utama dari bangunan bernama rumah.
Makanya bicara rumah tidaklah bicara sekedar tentang harga, tapi juga tentang nilai. Nilai yang tidak bisa dihitung dengan sekedar angka.
Sebelumnya dulu waktu jamannya ngekos, pernah kejadian mencatat rekor, tinggal di sebuah kamar kos, tidak sampai dua puluh empat jam, sampai akhirnya saya memutuskan hengkang dari sana.
Alasannya sangat sederhana sebenarnya, juragan kos tidak menghargai hak dasar penghuni kos.
Saya juga tidak ambil pusing, karena walaupun sudah melakukan kewajiban yaitu membayar uang kos, tapi untuk apa bertahan di tempat yang tidak menghargai hak penghuninya, lebih dari itu, kembali ke masalah kenyamanan.
Bukankah sekali lagi, kenyamanan inti dari tempat tinggal, yang tentu tak akan ditinggali dalam waktu yang singkat.
Walaupun rumah kos milik juragan, bukan berarti juragan kos bisa semena-mena terhadap penghuninya, apalagi sampai tidak menghargai hak penghuninya, jadi jangan disalahkan jika anak kos merasa harus pindah ke kos lain yang lebih nyaman untuk tinggal, istirahat dan belajar.
Lebih-lebih harusnya sang juragan harusnya mengerti, bahwa anak kos adalah aset bagi mereka yang harus diperhatikan, karena sebuah bangunan kalau lama tak dihuni manusia, bisa-bisa nanti malah jadi rumah untuk rayap, atau malah makhluk dari dunia lain.
Sebenarnya yang mahal dari sebuah rumah itu adalah nilainya, yang sekali lagi seringkali tidak bisa diukur dari harga fisiknya.
Rumah yang sederhana bisa jadi nilainya sangat tinggi, bahkan tidak ternilai dan tidak bisa ditukar dengan benda berharga apapun, dan nilai tersebut diciptakan oleh para penghuninya sendiri.
Makanya ada istilah home sweet home, itulah hakikat sebuah rumah. Atau dengan bahasa lain ada kalimat rumahku surgaku.
Karena sudah kodratnya manusia mencari ketenangan, maka apabila terjadi salah satu penghuni rumah yang tidak betah dan memutuskan untuk pergi keluar rumah, ada baiknya penghuni yang tersisa memeriksa ulang kondisi rumah.
Mungkin ada bagian rumah yang sudah lapuk dan perlu diperbaiki, atau saluran air yang macet sehingga menyulitkan saat ingin mandi, atau rerumputan di halaman sudah cukup rimbun dan tinggi, sehingga dikhawatirkan menjadi sarang nyamuk dan ular berbisa.
Jangan-jangan, penghuni yang ingin keluar rumah, bukan semata-mata masalah kenyamanan, akan tetapi dikarenakan bosan dengan suasana rumah yang monoton dan ingin berlibur menghirup udara luar yang lebih segar, mungkin ingin sekedar berlibur ke pantai yang menghidangkan laut biru atau ke gunung yang hijaunya menyejukkan mata dan batin.
Mungkin, bagusnya sesekali mengobrol santai antar sesama penghuni rumah, tentang nilai rumah yang merupakan tempat berlindung bersama, biar semuanya semakin terasa cerah, bukan malah membuat gerah.
Atau mungkin, menyusun rencana, untuk kerjabakti, membasmi sarang rayap dan memotong gulma yang meninggi, biar pemandangan langit dan pohon di depan teras bisa terlihat lega kembali. Bisa juga ditambah kegiatan gali tanah untuk bikin kolam ikan.
Jika sudah begitu, piknik pun tak perlu lagi jauh-jauh, cukup menggelar tikar di halaman, sambil ngopi dan ngisengin ikan yang berenang di air yang bening.
Saat rasa tenang sudah hadir di rumah, rasanya tak akan ada keinginan keluar rumah untuk berkeliling dengan alasan healing.
Penulis : Dr. Rd. Sya’rani.
PNS di Kabupaten Banjar