TERAS7.COM – Ambruknya bangunan toko Alfamart di Jalan Ahmad Yani KM 14 Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar atau tepatnya di samping SPBU Gambut pada Senin sore (19/04/2022) masih menyisakan tanda tanya apa penyebabnya.
Pasalnya, bangunan 3 lantai yang diketahui berdiri sejak 2012 sesuai dengan rekomendasi IMB-nya ini ambruk secara tiba-tiba saat puluhan orang masih berada di dalam.
Menanggapi hal ini, Pengamat Konstruksi, Supiansyah Darham, menilai kemungkinan besar ambruk atau rubuhnya bangunan toko Alfamart Gambut ini bukan hanya karena kesalahan cerucuk dan pondasi bangunan semata, melainkan terdapat indikasi adanya kegagalan konstruksi saat awal pembangunannya.
Karena jika hanya kesalahan pada cerucuk dan pondasi bangunan, menurutnya toko Alfamart KM 14 Gambut itu paling-paling hanya mengalami kemiringan atau penurunan.
“Kemungkinan bukan hanya karena kesalahan cerucuk dan pondasi awalnya saja ini, tapi bisa gagal konstruksi, karena kalau kesalahan pondasi saja pasti miring atau menurun bangunannya,” ujarnya kepada teras7.com pada Selasa (19/04/2022).
Sambung pria yang kerap disapa Supi ini, layaknya di Banjarmasin, yang mana juga kondisi tanahnya hampir sama dengan Gambut, rata-rata bangunannya akan miring terlebih dahulu, tidak mungkin langsung ambruk seperti toko Alfamart KM 14 Gambut.
“Coba lihat di Banjarmasin rata-rata miring dulu bangunannya, tidak mungkin langsung ambruk, itu gagal konstruksi sepertinya, mungkin struktur pembangunan awalnya ada masalah,” bebernya.
“Kelihatan aja kalau pondasi tidak menahan itu pasti bangunannya menurun, dan ada retak-retak sedikit,” tambahnya.
Menurut Supi, saat memasang cerucuk untuk bangunan di rawa seharusnya kedalamannya hingga 30 meter, guna mendapatkan tanah yang benar-benar keras.
“Rata-rata kalau tanah mulai dari Gambut sampai Banjarmasin itu kedalaman cerucuknya harus 30 meter, karena sampai dapat tanah keras itu 30 meteran,” terangnya.
Apalagi, untuk bangunan bertipe 3 lantai seperti toko Alfamart Gambut seharusnya memakai tiang pancang beton atau mini pile bukan hanya memakai cerucuk galam.
“Itukan bangunannya 3 lantai, seharusnya kalau sudah 3 lantai seperti itu pakai mini pile,” katanya.
Lebih jauh ia mengatakan, rata-rata bangunan di Kecamatan Gambut mengalami kemiringan karena menggunakan cerucuk kayu galam guna menghemat biaya. Sedangkan jika menggunkan mini pile itu biayanya besar.
Namun, semua ini menurutnya kembali lagi kepada perizinan dari IMB yang dikeluarkan oleh instansi terkait di setiap daerahnya.
“Rata-rata bangunan disana (Kecamatan Gambut) pasti miring bangunannya, karena pakai cerucuk galam untuk menghemat anggarannya, kalau pakai mini pile kan banyak biayanya, tapi itu semua tergantung pada perizinan IMB yang dikeluarkan,” ungkapnya.
Padahal kata Supi, instansi terkait yang mengeluarkan IMB seharusnya juga mengetahui akan struktur pembangunannya. Kadang menurutnya dalam hal ini lah pemerintah kurang perhatian dalam melihat kondisi tersebut.
“Seharusnya yang mengeluarkan IMB ini kan tahu strukturnya bagaimana, betonnya harus gimana, besinya harus apa (jenisnya), nah disitu kadang pemerintah ini kurang tanggap, kurang melihat kondisi,” bebernya.
Namun semua ini kata Supi, tergantung lagi dengan anggaran yang dimiliki, apakah pembangunannya memakai mini pile atau hanya cerucuk galam.
“Tapi semua tergantung anggarannya juga, kalau pakai mini pile pasti keberatan mereka (anggarannya mahal), bisa sampai Rp 300 juta untuk mini pilenya. Mungkin ada penghematan anggaran, tapi ya tergantung anggaran pembangunannya juga,” tambahnya.
Kendati demikian, menurutnya bisa jadi perencanaan pembangunan dari pemerintah sudah benar. Namun, saat di lapangan kontraktor yang bekerja tidak sesuai dengan prosedur konstruksi.
“Bisa juga pemerintah (instansi terkait) sudah benar perencanaannya, tapi kan pas di lapangannya bisa jadi tidak sesuai prosedur pas pembangunannya, kan swasta, kadang-kadang disitu,” bebernya.
Namun alangkah baiknya, menurut Supi ada pengawasan yang dilakukan oleh instansi terkait terhadap bangunan komersil tersebut.