TERAS7.COM – Kerajinan purun seperti tikar, bakul dan topi merupakan salah satu kerajinan khas masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan, terutama yang berada di daerah Hulu Sungai.
Dengan memanfaatkan tanaman purun, sejenis rumput liar yang tumbuh di dekat perairan, masyarakat Banjar menganyamnya berjadi beragam kerajinan rumah tangga.
Rupanya Hulu Sungai bukan satu-satunya pusat kerajinan purun, Kota Banjarbaru yang merupakan satu dari 2 Kotamadya di Kalsel ini juga memiliki pusat kerajinan purun.
Pusat kerajinan anyaman purun di Kota Banjarbaru ini berada di Kelurahan Palam, Kecamatan Cempaka, tak jauh dari Kantor Sekretariat Daerah Provinsi Kalsel.
Setidaknya ada kurang lebih 4 Kelompok Usaha Kerajinan Anyaman Purun yang berada di wilayah yang menjadi area tambang intan PT. Galuh Cempaka.
Hal ini diungkapkan Aminah (33), salah satu anggota Kelompok Usaha Kerajinan Anyaman Purun Galoeh Tjempaka saat ditemui di kediamannya pada Sabtu (16/11).
Putri dari ketua Kelompok Usaha Kerajinan Anyaman Purun Galoeh Tjempaka ini menuturkan usaha masyarakat ini telah ada lebih dari 2 tahun yang lalu.
“Sebelumnya belum ada yang melakukan usaha menganyam purun. Baru pada tahun 2016 sejak zaman Walikota Nadjmi Adhani usaha anyaman purun ini mulai dirintis dan akhirnya kampung kami terkenal sebagai Kampung Purun seperti sekarang,” ujarnya.
Pada saat merintis Kampung Purun, pemerintah Kota Banjarbaru memberikan bantuan berupa pelatihan menganyam purun kepada warga yang tetap dilaksanakan hingga saat ini.
“Pemerintah Banjarbaru juga membantu kami dalam hal promosi dan pemasaran produk kami. Untuk kelompok kami membuat 5 jenis kerajinan, yaitu tas, bakul, dompet, tikar dan topi,” tambahnya.
Kelompok Kerajinan Anyaman Purun yang dipimpin oleh Salasiah ini sendiri beranggotakan 23 orang warga Kelurahan Palam, masing-masing memiliki tugas seperti pengrajin hingga marketing.
Aminah menambahkan para pengrajin di kelompok ini mulai bekerja sekitar jam 8 hingga tengah hari, kemudian dilanjutkan mulai jam 3 siang hingga sore hari.
“Produk kami dipasarkan melalui media sosial dan ada juga pembeli yang datang ke tempat kami. Untuk harganya seperti tas, mulai dari 5000 rupiah untuk ukuran kecil hingga 60 ribu rupiah lengkap untuk tas purun lengkap dengan resleting dan furing. Sementara untuk tikar purun tergantung panjangnya. Untuk panjang 3-4 meter harganya kurang lebih 100 ribu rupiah,” jelasnya.
Melalui pemasaran produk-produk kerajinan purun ini, kelompoknya kata Aminah mendapatkan keuntungan rata-rata 8 juta rupiah setiap bulannya.
Sementara Walikota Banjarbaru, Nadjmi Adhani mengatakan ide pencanangan Kelurahan Palam menjadi Kampung Purun ini merupakan gagasan Lurah Palam saat itu.
“Pencanangan Kampung Purun ini ide awalnya berasal dari Lurah Palam saat itu, Agus Adrian saat kami berdiakusi pada 2016 yang lalu. Beliau mengungkapkan melimpahnya tanaman purun di Kelurahan Palam. Tanaman purun ini dijual untuk dikirim ke daerah lain dan menjadi mata pencaharian warganya,” ceritanya.
Daripada dijual ke daerah lain dengan harga murah, Lurah Palam kata Nadjmi Adhani memiliki ide agar warganya dilatih menganyam purun, sehingga tanaman purun yang melimpah tersebut dapat diubah menjadi produk bernilai.
“Jadi kami mengirim warga kami ke Hulu Sungai untuk berlatih menganyam purun pada tahun 2017. Lalu kami programkan lagi agar produk anyaman purun tak hanya seperti itu saja. Jadi kami datangkan instruktur dari Yogyakarta dan fasilitasi pelatihan di Hotel selama 2 hari serta bantuan alat tumbuk untuk pengrajin anyaman purun,” terangnya.
Kini, kerajinan anyaman purun bersama sasirangan bordir dan sulam arguci menjadi bagian dari produk fashion Banjarbaru yang mempunyai program 3F (Food, Fashion and Fun).
“Kita juga mempromosikan hasil kerajinan anyaman purun ini hingga Jakarta dan sempat kita kirim ke istana sebagai bodybag yang ramah lingkungan. Saat ini dengan dideklarasikannya Kelurahan Palam sebagai Kampung Purun, Banjarbaru kini di pentas nasional lebih dikenal sebagai penghasil produk purun,” jelas Nadjmi Adhani.
Bahkan produk kerajinan anyaman purun Banjarbaru ini mampu menembus pasar internasional, dipasarkan di negara-negara Timur Tengah dan Korea.
“Orang-orang di luar negeri sangat menghargai produk kita karena kerajinan kita handmade atau buatan tangan, bukan buatan mesin dan natural. Jadi produk kita ini sudah di ekspor keluar negeri dan tak kalah saing. Ini merupakan gagasan dari Lurah Palam yang kemudian dibackup pengembangannya oleh pemerintah. Jadi ini pekerjaan yang sudah lama dikerjakan dan hasilnya dapat dinikmati saat ini,” ungkap Nadjmi Adhani.