TERAS7.COM – Seperti diketahui, Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat ini tengah menggodok regulasi tentang kuota tangkap, untuk membatasi jumlah penangkapan ikan laut, termasuk di dalamnya kepiting bagi setiap daerah di Indonesia.
Lalu, dengan tidak adanya regulasi kuota penangkapan ini, bagaimana sistem penjualan kepiting antar pulau yang dilakukan oleh nelayan, apakah diperbolehkan atau tidak?
Menjawab ini, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Selatan, Rusdi Hartono melalui Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Fajar Priyo Pramono mengatakan, jika penjualan ikan laut antar pulau diperbolehkan.
Meski begitu, menurutnya, tetap ada hal yang harus diperhatikan oleh nelayan jika ingin menjual kepiting antar pulau, yaitu minimal ukuran lebar karapas atau cangkang dari kepiting tersebut.
“Saat ini kan belum ada kuota tangkap, tapi untuk penjualan antar pulau diperbolehkan, asalkan mematuhi ukuran karapas, yang minimal lebarnya itu 12 centimeter,” ujarnya. Jumat (23/06/2023).
Selain itu, dikatakan Fajar, dalam melakukan penjualan antar pulau, nelayan juga diwajibkan memiliki Surat Keterangan Asal (SKA) yang dikeluarkan oleh instansi terkait setempat.
Sebab, SKA menjadi modal penting bagi para nelayan untuk mendapatkan izin dari Balai Karantina, jika hendak melakukan penjualan ikan antar pulau.
Lanjut Fajar, SKA saat ini tidak mengacu terhadap kuota penangkapan, sebab regulasi mengenai hal tersebut masih tengah digodok oleh KKP.
“Kalau nanti peraturan keputusan kuota tangkap sudah keluar dari Kementrian, tentunya SKA berdasarkan itu (peraturan kuota tangkap -red),” terangnya.
Lantas, apa yang menyebabkan regulasi terkait kouta penangkapan ikan di Indonesia hingga sekarang masih belum dikeluarkan oleh KKP?
Menurut Fajar, hal ini dikarenakan, KKP tengah melakukan verifikasi ulang terhadap estimasi potensi ikan di laut, termasuk di dua zona tangkap Kalsel, yakni Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 712 di Laut Jawa dan WPP 713 di Selat Makassar.
“Jadi kalau yang kami tangkap, KKP akan memverifikasi lagi potensinya, mereka akan melibatkan para akademisi untuk menghitung lagi potensi perikanan laut, termasuk Kalsel.
Betulkan statistik yang ada saat ini, potensinya seperti itu,” ucapnya.
Disamping itu kata Fajar, produksi ikan di laut Indonesia terasa berkurang, mulai dari penangkapan yang semakin jauh hingga ke tengah laut, dan ukuran ikan yang ditangkap makin kecil.
“Nah itu tanda-tanda alam bahwa ikan kita itu dalam batas potensinya untuk diproduksi, bukan berarti dilarang, tapi akan diatur lagi penangkapannya, jumlah produksinya, sehingga nanti diharapkan ikan terus lestari,” ungkapnya.
Kemudian, bagaimana kuota penangkapan tahun-tahun sebelumnya di Kalsel, berapa diberi pemerintah?
Fajar menuturkan, jika pihaknya hingga saat ini belum pernah menerima kuota penangkapan ikan, hal ini dikarenakan regulasi yang masih belum ditetapkan.
“Belum pernah menerima ketetapannya dari Kementrian, karena keputusan kuota penangkapan baru yang bakal (tengah digodok -red) ini, dan insya Allah tahun ini akan dikejar,” terangnya.
Dalam regulasi ini nantinya, dikatakan Fajar, tidak hanya mentetapkan kuota penangkapan ikan, melainkan juga akan menetapkan kriteria alat tangkap, hingga armada.
Adapun untuk langkah awal, KKP sudah menghitung estimasi potensi ikan di berbagai zona laut di Indonesia lewat keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 19 tahun 2022.