TERAS7.COM – Dana desa yang dikucurkan setiap tahunnya oleh Pemerintah Pusat dengan jumlah 1 miliar pertahun merupakan potensi besar yang dapat digunakan untuk pengembangan kemajuan desa.
Banyak yang bisa dilakukan oleh pemerintah desa untuk memanfaatkan dana desa tersebut, diantaranya dengan pengembangan usaha milik desa.
Seperti yang dilakukan oleh Desa Mandikapau Timur yang membuka usaha penggemukan sapi jenis limousin sebagai salah satu unit dalam Badan Usaha Milik Desa.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa Mandikapau Timur, Supiani Abdullah saat ditemui Teras7.com beberapa waktu yang lalu.
“Dana desa yang kami terima, salah satunya pengembangan usaha di bidang penggemukan sapi dibawah Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Usaha tersebut saya pilih karena sebelumnya saya sendiri pernah melakoni usaha ini beberapa tahun yang lalu. Jadi saya sangat paham mengenai seluk beluk bisnis ini,” ujarnya.
Pengembangan usaha penggemukan sapi yang dilakukan desanya ini menggunakan dana desa yang disalurkan pada tahap kedua dan ketiga.
“Beberapa hari lagi sapi kami datang. Sapi itu didatangkan dengan pendanaan dari dana desa. Pada tahap pertama penyaluran dana desa kami gunakan untuk pembiayaan awal. Baru mulai tahap kedua dan ketiga kami mulai melakukan pembelian sapi. Yang akan datang ini jumlahnya 12 ekor anak sapi dengan harga perekornya kurang lebih 20 juta rupiah. Nanti akan kita gemukkan selama 4 bulan, baru dijual dengan harga antara 30 sampai 40 juta rupiah. Nah saat penjualan itu kami akan melakukan pembelian menggunakan tahap ketiga dana desa dengan jumlah kurang lebih 12 ekor juga,” ungkap Supiani.
Alasan ia memilih usaha penggemukan sapi ini karena prospek usaha ini cukup besar, sapi potong yang mampu diproduksi secara lokal hanya 30%.
“Sisanya berasal dari daerah luar seperti Jawa dan Sumbawa. Jadi prospek kota untuk memenuhi pasar lokal, terutama Kabupaten Banjar masih besar. Kami ingin agar dana desa yang kami miliki tidak habis jadi benda mati seperti infrastruktur saja. Karena dana desa mungkin tidak selamanya kami terima, jadi lebih baik kami putar dan kembangkan melalui Bumdes,” jelas Supiani.
Walau saat ini unit penggemukan sapi milik desa Mandikapau Timur ini hanya akan mendatangkan 12 ekor sapi saja, tapi ia mengatakan sebenarnya unit ini bisa menampung hingga 1000 ekor sapi.
“Prospek usaha penggemukan sapi ini masih cukup besar. Apalagi kan kebutuhan sapi potong untuk pasar lokal masih disediakan 70% dari luar. Sehingga usaha yang kami lakukan ini bisa berkembang. Tapi lahan yang digunakan untuk unit penggemukan sapi ini masih milik orang, jadi kami berencana belo tanah yang lebih luas diseberang sungai, disana kami akan mengembang usaha ini,” cerita nya.
Selain didukung dengan potensi pasar yang cukup besar, ada ‘senjata’ lain yang dimiliki oleh Desa Mandikapau Timur ini dalam usaha penggemukan sapi ini.
“Kami menggunakan teknik penggemukan sapi dengan teknologi pakan. Jadi sapi tidak dilepas untuk makan rumput atau kami berikan makan rumput seperti biasa. Tapi pakan sapi kami olah dengan metode fermentasi sehingga pakan langsung dapat dicerna sapi. Jadi tak ada pakan yang terbuang, semuanya dapat diserap sapi menjadi daging sehingga sapi menjadi lebih gemuk. Ilmu ini kami dapatkan beberapa tahun yang lalu saat ada pelatihan dari Dinas Peternakan Provinsi Kalsel yang mendatangkan ahli dari Bandung,” katanya.
Saat Teras7.com mencoba mendatangi unit penggemukan tersebut, tampak pekerja sedang membersihkan kandang sapi.
Salah satu pekerja di unit penggemukan tersebut, Saurillah (35) mengatakan mereka sedang mempersiapkan perlengkapan yang dimiliki oleh unit usaha ini.
“Kami baru saja membersihkan kandang dan memasang karpet untuk sapi yang akan datang. Selain itu kami juga mempersiapkan alat untuk membuat dan fermentasi pakan,” ujarnya.
Alat untuk membuat dan fermentasi pakan tersebut berupa 2 unit mesin pencacah rumput dan 8 unit tandon 1.200 liter untuk tempat fermentasi.
“Bahan utama untuk pakan sapi adalah rumput gajah. Jadi kami masukkan ke mesin pencacah rumput supaya menjadi halus. Baru nanti dimasukkan ke tandon bersama bungkil, dadak, tetes tebu dan sebagainya, difermentasikan selama 10 hari. Semakin lama difermentsi akan semakin lembur seperti tapai, jadi akan lebih mudah dicerna oleh sapi dan tidak terbuang sia-sia,” terang Saurillah.