TERAS7.COM – Berbagai persiapan demi persiapan telah dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjelang digelarnya Pilkada Serentak di 9 Provinsi pada September 2020 mendatang.
Salah satunya tahapan persiapan pilkada yang sedang berjalan adalah pembentukan Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang tak luput dari dinamika yang berkembang di masyarakat.
Seperti yang terjadi di media sosial beberapa waktu ini, pembentukan PPS di Kabupaten Banjar menjadi perbincangan setelah sebagian masyarakat menginginkan KPU harus lebih selektif dan sesuai aturan dalam pembentukan PPS, dimana calon anggota PPS haruslah seseorang yang terlepas dari kepentingan parpol, terlebih lagi timses peserta pilkada mendatang.
Komisioner KPU Kabupaten Banjar, Abdul Muthalib saat ditemui di ruang kerjanya pada Rabu (18/3) memberikan tanggapan positif atas keinginan masyarakat tersebut.
“Untuk saat ini pembentukan PPS memasuki tahap klarifikasi tanggapan masyarakat kedua setelah dilakukan pengumuman hasil seleksi wawancara. Hasil dari pengumuman tersebut masih belum fix,” ujarnya.
Komisioner KPU Banjar yang menangani Divisi Sumber Daya Masyarakat dan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Banjar ini menjelaskan terpilihnya anggota PPS dinilai 40% dari tes tertulis, sementara 60% berasal dari tes wawancara.
“Karena dari tes wawancara tersebutlah akan diketahui kemampuan serta integritas calon anggota PPS, karena itu nilainya sangat menentukan,” terang pria yang akrab disapa Azis ini.
Azis menambahkan setelah dilaksanakan tahapan klarifikasi tanggapan masyarakat, anggota PPS terpilih akan diumumkan pada tanggal 20-21 Maret 2020, sementara pelantikan akan dilaksanakan pada 22 Maret 2020.
Pada saat seleksi anggota PPS terang Azis, cukup banyak calon anggota PPS yang terindikasi menjadi anggota Partai Politik (Parpol) sehingga yang bersangkutan langsung digugurkan.
“Yang mendaftar untuk menjadi anggota PPS mencapai 2000 orang, karena itu kita cukup kesulitan memverifikasi calon tersebut. Tapi dengan bantuan data dari Sistem Informasi Parpol (Sipol), ternyata cukup banyak calon anggota yang terindikasi pernah menjadi anggota Parpol sehingga terpaksa kami gugurkan,” ungkap Azis.
Data Sipol tersebut dibuat pada tahun 2017 yang lalu, dimana memuat nama dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dari anggota Parpol yang digunakan sebagai syarat untuk Parpol ikut ada Pemilu 2019.
“Daftar tersebut kami gunakan untuk menyaring calon anggota PPS yang dipilih dengan syarat salah satunya adalah tidak boleh terkait salah satu Parpol dalam 5 tahun terakhir. Mereka baru boleh menjadi anggota PPS setelah 5 tahun berhenti dari Parpol, tak bisa langsung, harus ada jeda selama 5 tahun,” jelasnya.
Azis juga menceritakan ada calon anggota PPS yang mengaku menyerahkan E-KTP pada seseorang dan ternyata digunakan untuk mengisi Sipol sehingga terdaftar sebagai anggota Parpol, walaupun tak pernah aktif dalam Parpol tersebut.
“Kami tak bisa memberikan komentar apakah penggunakan E-KTP oleh Parpol tersebut melanggar atau tidak, karena bukan kewenangan kami. Tapi apabila ada nama dan NIK calon anggota KPU, PPK dan PPS punya kesesuaian dengan data di Sipol, maka akan kami gugurkan,” tegasnya