TERAS7.COM – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Banjarbaru keluhkan sumur tidak mengandung air, proyek pembuatan sumur bor di wilayah lahan gambut Kota Banjarbaru untuk penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) diduga tidak sesuai spek pengerjaan.
Menurut informasi, sumur bor merupakan proyek milik Badan Restorasi Gambut (BRG) Kalimantan selatan, dilaksakan untuk wilayah Banjarbaru, dikerjakan oleh LPPM Universitas Lambung Mangkurat (ULM) yang ditunjuk sebagai pihak ke tiga pada tahun 2016 mengerjakan sebanyak 50 titik, tersebar di lokasi yang rawan terjadi karhutla, diantaranya 20 titik di Kelurahan Syamsudin Noor dan 30 titik di Kelurahan Guntung Payung. Untuk mesin penyedot air disediakan sebanyak 5 buah, 1 mesin digunakan untuk setiap 10 titik sumur bor.
Saat karhutla terjadi di tahun 2018 kemarin, BPBD Kota Banjarbaru terkendalan dengan ketersedian air pada sumur, banyak diantaranya sumur diduga tidak menganduk air, dan pipa terlalu kecil sehingga petugas pemadaman kebakaran sempat kewalahan.
Hal itu diungkapkan Yunus Ariyandie Pelaksanaan Subbid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD kota Banjarbaru kepada teras7.com, bahwa sumur bor yang dibuat tidak bisa digunakan untuk memadamkan karhutla.
“Kita sempat kewalahan saat melakukan pemadaman, karena sumur bor yang ada tidak bisa digunakan, sementara pasokan air yang kita bawa menggunakan tandon tidak cukup dan harus bolak balik mengambil air ke sungai,” ujarnya, pada Jum’at (04/01) dilokasi Kawasan Guntung Damara Guntung Payung Banjarbaru.
Beberapa titik sumur bor dijumpai memang sudah dalam keadaan rusak dan tidak bisa digunakan lagi, karena hanya terbuat dari pipa paralon berukuran 1,5 milimeter serta kondis pipa meleleh akibat panas dari kebakaran.
Yunus Ariyandie menambahkan, pada saat pengerjaan yang dilakukan oleh LPPM ULM, BPBD Kota Banjarbaru hanya dilibatkan sebagai pendamping, dimana ia menduga ada beberapa kejanggalan, diantaranya pengerjaan diduga melibatkan warga setempat dan mahasiswa yang dilatih diajarkan untuk memasang sumur bor dengan upah berkisar 2 juta rupiah per titik.
“Itu pun kita hanya diminta pendampingan saja, oleh pihak BRG menyampaikan bahwa sumur bor bisa dimanfaatkan oleh warga dan DBPD untuk menaggulangi bencana karhutla,” tambahnya.
Pada saat pengerjaan, BPBD meminta pelaksana proyek untuk memasang plang disetiap titik sumur bor, agar lebih mudah diketahui, namun Yunus Ariyandie menuturkan, pihaknya tidak meminta memuat nama BPBD pada plang.
“Adanya tertera nama BPBD di plang sumur bor itu bukan berarti kami ikut dalam pengerjaan, kemarin kita hanya meminta dibuatkan plang sebagai tanda, kita hanya dilibatkan sebagai pendamping saja, itu pun tidak sampai selesai,” tegasnya.
Selain itu dari 50 titik sumur bor yang ada, ada beberapa titik yang masuk pada bagian jalan yang telah dilakukan pemekaran, sebelumnya titik itu berada pada lahan warga yang kemudian dijual untuk pembuatan jalan.
Sementara Kasi Pengelolaan kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Kota Banjarbaru Rolli Yahmi mengatakan, bahwa pihaknya hanya diminta oleh BRG untuk melakukan pendampingan saat pengerjaan sumur bor, namun tidak secara penuh.
“Kita kemaren diminta hanya melakukan pendampingan saja, tidak dilibatkan secara langsung,” katanya.
Selain itu ia melanjutkan, dari 50 sumur bor yang dibangun, diantaranya tidak terpasang pipa dan sumur tidak mengandung air karena masih dangkal, hanya kedalaman 18 sampai 22 meter dari permukaan tanah, serta tidak dilakukan pemompaan pada sumur untuk memancing air.
“Kalau saran kita sumur itu lebih dalam lagi, untuk menjangkau air sumur mesti memiliki kedalaman sampai 150 meter, kemudian dilakukan pemompaan berkala untuk memancing air agar selalu tersedia,” pungkasnya.
Ditempat lain, saat dikonfirmasi ke BRG Kalimantan Selatan pada Kamis (03/01), jajaran direksi sedang tidak ada ditempat, hanya ada beberapa staf, namun tidak berani memberikan pernyataan terkait dugaan proyek pembuatan sumur bor yang tidak sesuai spek.