“Tapi saat sudah mendapatkan sambungan tersebut, kualitas airnya kurang karena warnanya kurang jernih, bahkan cenderung kuning. Kalau dibiarkankan di bak mandi selama 3 hari, muncul endapan,” katanya.
Air sendiri lanjutnya cukup berbau, bahkan dulu sempat digunakan untuk memasak nasi, namun nasi yang masak tersebut berubah bau.
“Jadi kami tak tega menggunakannya untuk air minum, bahkan kalau direbus pun tetap berbau. Jadi air PDAM hanya kita gunakan saat genting dan kepepet saja, misalnya untuk mencuci motor dan mobil, atau mencuci baju dan piring,” ungkapnya.
Bahkan pada beberapa tahun sebelumnya, air yang mengalir sendiri tidak terlalu kencang. Celakanya lagi sempat saat musim kemarau, orang tuanya dan tetangga harus berbagi air dari PDAM yang pada waktu itu alirannya tidak terlalu kencang.
Akan tetapi saat sekarang, aliran PDAM menurutnya sudah lumayan kencang daripada sebelumnya, walaupun kualitas airnya tetap tidak banyak berubah.
Satria menambahkan orang tuanya sempat menyampaikan keluhan ini kepada petugas PDAM yang datang setiap bulan untuk mengecek meteran air, namun tak pernah ditanggapi.
“Apalagi menurut kita, harganya perkubik cukup mahal, yakni 5000 rupiah lebih, tapi kualitas airnya menurut kita tidak sesuai. Karena itu kita berharap air dari PDAM ini standarnya bisa ditingkatkan lagi, jangan tetap seperti ini,” harapnya.