TERAS7.COM – Dialog Nasional Pemindahan Ibu Kota Negara di Kalimantan yang dilaksanakan Kementerian Perencanaan Pembangunan Negara/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) di Hotel Novotel Banjarbaru pada Senin (15/7) diisi oleh beberapa pembicara.
Antara lain Deputi Menteri PPN/Bappenas bidang Pengembangan Regional Rudy S. Prawiradinata, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kalsel, Nurul Fajar Desira, Rektor Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Sutarto Hadi, Mantan Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, serta Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Pemerintahan ULM Taufik Arbain.
Sutanto Hadi mendapatkan kesempatan untuk menjelaskan aspek kesiapan daerah Kalimantan Selatan sebagai calon ibukota baru, sedangkan Gusti Muhammad Hatta menjelaskan aspek lingkungan hidup dalam kapasitasnya sebagai mantan Menteri Lingkungan Hidup.
Sementara Taufik Arbain membahas aspek sosial dan budaya mengenai rencana pemindahan ibukota negara di Kalimantan, terutama Kalimantan Selatan yang digadang-gadang menjadi salah satu lokasi ibukota negara.
Pelaksanaan dialog yang melibatkan berbagai kalangan, mulai dari pemerintahan, akademisi, LSM hingga masyarakat Kalimantan Selatan ini mendapatkan komentar dari mereka yang hadir.
Wakil Walikota Banjarbaru, Darmawan Jaya Setiawan menyambut baik dengan rasa bahagia jika lokasi ibukota negara dipindahkan ke Kalimantan Selatan.
“Tentu akan berdampak besar bagi Kabupaten-Kota yang ada di Kalsel, baik dibidang ekonomi dan lainnya. Tak hanya Kalsel saja yang mendapatkan manfaatnya, tapi daerah disekitarnya juga akan mendapatkan pengaruh positif,” ujarnya.
Jika Kalimantan Selatan ditetapkan oleh Presiden Jokowi, Darmawan Jaya Setiawan siap berpartisipasi agar perpindahan tersebut dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Sementara Kepala Bappedalitbang Kabupaten Banjar, Galuh Tantri Narindra menyambut baik rencana perpindahan ibukota negara ke Kalimantan karena dapat meratakan pertumbuhan Indonesia.
“Saya secara pribadi menyambut baik rencana pemerintah ini, pasti akan memberikan pertumbuhan pembangunan yang signifikan,” katanya.
Namun ia meminta agar pemerintah pusat benar-benar mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari pemilihan Kalimantan Selatan sebagai lokasi ibukota negara yang baru.
“Memang tidak pernah ada konflik etnis sebagaimana di Kalteng dan Kaltim, itu membuat Kalsel dinilai siapa. Tapi yang harus menjadi sorotan seperti di Jakarta, hampir pembangunan yang dilaksanakan tidak ada membuat masyarakat Betawi berpartisipasi. Jadi tadi kami ajukan pertanyaan bagaimana nantinya partisipasi masyarakat asli dalam pembangunan,” ungkapnya.
Sedangkan Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono mengatakan dialog yang dilaksanakan Kementerian PPN/Bappenas ini tidak menyenangkan baginya.
“Saya tadi beberapa kali mengacungkan tangan untuk bertanya, tapi tidak diberikan kesempatan. Dari sisi lingkungan sendiri pemerintah pusat maupun daerah harus memikirkan dampak ke lingkungan seperti apa, karena daya tampung dan dukungan lingkungan di Kalsel sudah darurat. Dari 3,7 juta hektar luas lahan di Kalsel, 50% sudah dibebani izin tambang dan sawit,” jelasnya.
Jika serius dipindahan ke Kalsel pun ia meminta agar pemerintah membentuk tim khusus untuk melakukan kajian secara komprehensif mengenai keseluruhan aspek seperti lingkungan, budaya dan ekonomi.
“Hal ini harus diselesaikan sebelum Kalsel dipilih menjadi ibukota, segala konflik agraria yang terjadi harus beres dulu. Pemerintah pusat jangan membawa masalah baru ke sini,” tegas Kisworo.
Direktur Eksekutif Walhi Kalsel ini juga meminta agar hal negatif mengenai pemindahan ibukota negara juga disampaikan, tidak hanya dampak positifnya saja.
“Jadi masyarakat tidak kaget nanti dengan situasi darurat ruang dan bencana ekologis yang akan terjadi. Makanya perlu ada kajian komprehensif mengenai hal yang ada agar tidak terulang lagi,” tutupnya.