TERAS7.COM – Lingkar Studi Ilmu Sosial Kerakyatan (LSISK) layangkan surat kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Selatatan, terkait Izin Lingkungan (Amdal) PT. Antang Gunung Meratus (AGM) yang memperluas konsesi areal pertambangan di wilayah pegunungan meratus Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).
Menyikapi pertemuan antara pemerintah yang diwakili oleh Asisiten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pandiansyah, Plt Kepala DLH dan Perhubungan Muhammad Yani, bersama sejumlah elemen masyarakat yang diwakili oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi Kalsel), pada 27 Februari 2019 kemarin, yang mana PT. AGM akan meningkatkan konsesi produksi pertambangan batu bara, organisasi eksternal kampus LSISK melayangkan surat perihal menolak studi Amdal PT. AGM tersebut.
Ketua Umum LSISK Abdul Hakim kepada teras7.com, pada Senin (04/03) mengatakan, operasi pertambangan yang terjadi di Kalimantan Selatan sudah sangat merusak lingkungan, dari semua kabupaten/ kota di Kalimantan Selatan hanya Kabupaten HST yang kokoh tegak berdiri melindungi atap terakhir sedang yang Kabupaten lainnya rusak karena ditambang hanya saja kini dengan keberadaan PT. AGM yang hendak melakukan studi AMDAL itu justru akan menambah lebih parah lagi keadaan masyarakat terlebih lagi Kabupaten tempat kelahirannya ini sudah sangat sering terjadi banjir.
Ia meminta kepada pemerintah untuk sadar akan pentingnya pelestarian lingkungan, terutama pegunungan meratus yang merupakan paru-paru dunia dan penyimpan cadangan air serta penghidupan bagi masyarakat setempat.
“Jangan sampai pegunungan meratus di tambang dan digali terus ditinggalkan begitu saja, apabila itu terjadi maka tidak akan adalagi yang tersisa untuk anak cucu kita kelak,” ujarnya.
Sebagai mahasiswa yang masih aktif di Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin, Abdul Hakim melanjutkan, sudah menjadi peran dan tugas mereka untuk menjadi penyambung lidah masyarakat kepada pemerintah, dengan harapan selalu ada koordinasi antar pemerintah dan masyarakat apabila ingin melakukan operasi pertambangan.
“Kalau bukan kita siapa lagi, kita dari LSISK mengharapkan, jangan sampai terjadi lagi operasi pertambangan yang berdampak pada kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat, pemerintah dan investor jangan serakah,” tuntutnya.
Surat bernomor 08/B/PPS/P/III/2019 yang dilayangkan oleh LSISK tersebut menyampaikan, bahwa mereka menolak kawasan atau lokasi perluasanan pertambangan yang diajukan oleh PT. AGM dengan 4 alasan, diantaranya:
1. Kawasan atau lokasi yang diajukan PT. AGM yang meliputi 5 kecamatan yakni, Kecamatan Batang Alai Selatan, Kecamatan Batu Benawa, Kecamatan Hantakan, Kecamatan Haruyan dan Kecamatan Labuan Amas Selatan, yang merupakan daerah tangkapan air untuk persawahan beririgasai ( Irigasi DI Mangunan, DI Haruyan, DI Intangan dan DI Kalinbaru atau Kahakan) seluas 4.000 Hektar dan sumber air baku PDAM dan masyarakat dengan investasi pembangunan lebih dari Rp. 300 Milyar.
2. Proses Amdal PT. AGM tahun 2012 telah meng-enclave atau mengeluarkan dari pembahasan dokumen Amdal unutk lokasi eksploitasi di Kabupaten HST (Keputusan Gubernur Kalsel Nomor: 188.44/ 0623/KUM/2012 Tanggal 26 Desember 2012, keputusan ke 6 poin 5).
3. Melihat kerusakan di kabupaten tetangga akibat pertambangan batu bara, maka bencana banjir dimusim hujan dan kekeringan dimusim kemarau akan terjadi serta rusaknya sumber daya air, sehingga akan mengakibatkankesengsaraan bagi masyarakat luas.
4. Kerusakan dimaksud tidak hanya bersifat fisik semata, tetapi juga non fisik, yakni menimbulkan kerawnaan sosial seperti: premanisme, konflik horizontal, agraria dan penyakit masyarakat lainnya.