TERAS7.COM – Kalimantan Selatan adalah wilayah yang memiliki sungai besar seperti Sungai Barito yang cukup menyulitkan pembangunan beberapa infrastruktur seperti jembatan di masa lalu.
Karena itu keberadaan ferri atau kapal penyeberangan sungai di masa itu sangat penting sebagai akses penyeberangan bagi alat transportasi darat sebelum pemerintah mampu membangun jembatan yang panjang dan modern.
Hanya ada sedikit ferri sungai yang sekarang beroperasi di Kalimantan Selatan karena sudah banyak jembatan-jembatan besar yang dibangun untuk menyeberangi sungai seperti jembatan Barito dan Jembatan Rumpiang yang ada di Kabupaten Barito Kuala.
Salah satu ferri sungai yang masih beroperasi di Kalimantan Selatan ada di Desa Sungai Puting, Kecamatan Candi Laras Utara, Kabupaten Tapin untuk melayani penyeberangan di jalan alternatif Marabahan-Margasari.
Jalan alternatif Marabahan-Margasari adalah proyek yang dibangun oleh Pemerintah Kalimantan Selatan untuk memperpendek jalur tempuh antar daerah sehingga pengguna jalan dari Kabupaten Barito Kuala atau Kalimantan Tengah tidak perlu memutar melalui Kota Banjarmasin bila ingin menuju Baerah Banua Enam (Tapin, HST, HSU, HSS, Tabalong, Balangan) atau Kalimantan Timur.
Desa Sungai Puting sendiri adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan Candi Laras Utara yang keberadaannya cukup terpencil sebelum di bangunnya jalan alternatif ini dan disekitarnya 4 perusahaan besar tambang batu bara dan perkebunan sawit.
Sadikin (52) salah satu awak ferri penyeberangan di Sungai Puting ini menjelaskan bahwa ferri ini merupakan bantuan dari Perusahaan dan dioperasikan oleh warga sekitar.
“Ferri ini sendiri sudah beroperasi kira-kira selama 15 tahun dan bantuan dari perusahaan Permuti,” ujarnya.
Ferri ini sendiri berupa kapal tongkang kecil bermesin yang disulap menjadi kapal penyeberangan dengan daya tampung maksimal 2 buah mobil dan 10 sepeda motor. Untuk tarif penyeberangannya, setiap mobil dikenakan biaya 30 ribu dan untuk sepeda motor 5 ribu, sedangkan untuk pejalan kaki tidak dipungut biaya.
Dari pantauan Teras7.com, ferri ini sendiri mampu menyeberangkan kendaraan dari satu sisi ke sisi yang lain dengan waktu kurang lebih 10 menit.
Sadikin pun mengungkapkan, bahwa dalam sehari mereka bisa mendapatkan untung kira-kira 4 juta rupiah dari pengoperasian ferri ini.
“Jadi hasilnya kami dibagi rata oleh para awak, kebetulan ada 7 orang dan diberikan untuk ketua ferri penyeberangan, juga disisihkan sebagian bagi mesjid,” tambahnya.
Sadikin juga mengatakan bahwa pembangunan jembatan yang sekarang sedang dilakukan di Desa Sungai Puting sekarang pun tidak akan membuat rugi masyarakat, utamanya yang mendapat penghasilan dari keberadaan ferri penyeberangan ini.
“Kalau jembatannya jadi kami berhenti, karena selesainya jembatan tidak akan berpengaruh pada penghasilan kami, yang penting jembatannya jadi dan bagus,” harapnya.
Usaini (26) warga setempat juga menjelaskan bahwa dulu Sungai Puting ini memiliki jembatan penghubung ke Margasari sebelum beroperasinya ferri ini.
“Ferri ini ada akibat pelebaran Sungai Puting yang dilakukan oleh sebuah perusahaan batubara agar bisa dilalui oleh kapal tongkang besar, maka sebagai kompensasinya perusahaan lalu memberikan bantuan berupa ferri sebagai penyeberangan,” ungkapnya.
“Kekurangangan dari ferri ini kadang sering terjadi mogok, juga biasanya kalau hari raya bisa menimbukan antrian yang cukup panjang dan menunggu waktu 3 jam agar bisa menyeberang. Kasiannya ya apabila ada warga yang sakit atau mau melahirkan ingin menyeberang, terpaksa harus menunggu,” tambah Usaini.
Usaini melanjutkan bahwa pemberian ferri ini dikarenakan ketidakmampuan perusahaan tersebut untuk membangunkan jembatan yang lebih tinggi dari kapal tongkang batubara yang melewati Sungai Puting, sebagai kompensasi bagi warga sekitar yang harus kehilangan jembatan penghubung ke Margasari.
“Jadi kami harap jembatan yang sedang dibangun ini dapat selesai tepat waktu dua tahun lagi agar dapat memajukan kampung kami, karena selama ini juga tidak ada perhatian dari Pemerintah Kabupaten Tapin, apalagi perusahaan besar yang ada disini seperti kesuitan kami untuk mendapatkan air bersih dan masalah limbah yang dihasilkan perusahaan batubara,” ungkapnya.
Abi (45) salah satu pengguna jalan asal Kandangan memilih untuk melewati jalan alternatif ini karena lebih cepat dan lebih aman dari kepadatan lalu lintas walaupun terpaksa mengantri untuk menyeberangi Sungai Puting.
“Saya sudah dua kali melewati jalan ini dan keberadaan ferri ini untuk sementara sudah cukup memadai karena memang jarak menyeberangnya tidak terlalu jauh. Tapi lebih baik lagi kalau dibangun jembatan, walaupun mungkin penghasilan masyarakat kurang, tapi dampak arus lalu lintas pasti akan berpengaruh ke warga masyarakat setempat,” ujarnya.
“Apalagi jalur ini termasuk jalan provinsi yang dapat menghubungkan beberapa daerah. Kalau jalannya bagus dan jembatannya sudah jadi, malahan bisa banyak lebih jalan disini. Saya sendiri berharapan agar jalan ini juga bisa tembus ke daerah Balimau, Kandangan karena jauh lebih dekat daripada melewati Rantau,” tambahnya.
Sedangkan Ahmad Tahar (52) asal Banjarmasin mengatakan bahwa ini adalah pertama kalinya dia mengunakan jalur ini menuju ke Marabahan dan terpaksa harus mengantri lama agar bisa menyeberang.
“Kami memakai mobil, jadi supaya tidak memutar terlalu jauh, kami coba jalur ini dan terpaksa harus mengantri. Harapannya ada perhatian dari pemerintah agar dapat membantu penyeberangan disini supaya lebih cepat, kalau bisa ditambah satu untuk ferrinya lagi jadi bisa bergantian,” ujarnya.
“Kami sendiri sangat mendukung jembatan yang sedang dibangun disini, harapannya bisa untuk mempercepat perjalanan sehingga tidak perlu lagi memakai ferri ini, jadi bisa lebih cepat kalau ingin ke marabahan,” pungkasnya.