Pemko Banjarbaru sedang gencar-gencarnya melakukan Operasi Yustisi bersama unsur forkopimda, ke sejumlah tempat untuk memastikan tidak ada yang melanggar prokes dan batas jam operasional. Bahkan, ada salah satu cafe yang ditutup, karena dianggap melanggar.
Menyikapi hal tersebut, salah seorang pemilik Cafe di Banjarbaru, Roy (Nama Samaran) mengatakan, meskipun niatnya baik, menurutnya yang dilakukan oleh pemerintah ini tidak efektif. Karena, pemerintah terkesan hanya memindahkan kerumunan sebelumnya ke tempat yang tidak terjaring operasi.
“Ibaratnya cuman memindahkan kerumunan manusia di suatu tempat ke tempat lainnya yang tidak di razia,” ujar Roy.
Lebih baik, menurutnya pemerintah dapat melakukan edukasi dan pengawasan terkait protokol kesehatan (prokes) terhadap tempat-tempat yang dibatasi jam operasionalnya tersebut.
“Karena dengan adanya edukasi dan pengawasan prokes itu mampu menciptakan kesadaran masyarakat terhadap bahaya Covid-19, misalnya tempatkan saja satu personel, kalau ada yang tidak pakai masker, tegur, tentunya pengunjung yang ‘mecal’ juga akan terbiasa akhirnya dengan penerapan prokes,” ucapnya.
Ia juga bingung, kenapa harus ada pembatasan jam malam, sedangkan siang tidak. Ia bertanya-tanya apakah Covid-19 tidak ada di siang hari. Sehingga penerapan ini dilakukan.
Terkait omzet, karena cafe tersebut dibuka awal pandemi tahun lalu. Ia menyatakan memang lebih baik saat ini dari pada saat awal buka, namun dengan diterapkan lagi jam tutup lebih awal, omsetnya kembali menurun.
Sementara itu, salah seorang pemilik cafe di Banjarbaru lainnya, Tomi (Nama Samaran) berpendapat bahwa, daripada dipakai sweeping, lebih baik anggaran digunakan untuk memberikan fasilitas prokes terhadap sejumlah tempat yang dirasa kurang memadai.
“Daripada tempatnya dirazia, lebih baik anggaran yang dipakai swepeing, digunakan buat memberikan fasilitas prokes untuk tempat-tempat yang dilihat masih tidak memiliki,” tandasnya.