TERAS7.COM – Suara lantunan ayat suci Al-Qur’an terdengar di setiap sudut masjid, baik di dalam maupun di luar. Suara tersebut berasal dari suara ratusan anak-anak dari usia dini hingga remaja yang memenuhi masjid Pondok Pesantren, Majelis Taklim dan Dzikir Riyadhul Muhibbin, Desa Bungin, Kecamatan Paringin.
Bukan hanya membaca, tapi mereka juga ternyata tengah menghafal Al Qur’an. Tahfidz Qur’an merupakan program rutin yang dilaksanakan Ponpes Riyadhul Muhibbin setiap tahunnya saat bulan Ramadhan tiba. Pesertanya datang dari berbagai daerah, luar Balangan.
“Ini merupakan tahun ketiga melaksanakan program tahfidz, dan Alhamdulillah tahun ini lebih banyak santrinya. Kalau tahun sebelumnya hanya puluhan, tahun ini sudah mencapai 200, ” ungkap Pengasuh Ponpes Riyadhul Muhibbin, Guru M Saubari.
Dari program ini, setiap tahunnya selalu ada saja meluluskan santri dan santriwati yang hafal 30 juz. Program ini, kata dia, hanya dilaksanakan saat bulan Ramadhan, memanfaatkan momen santri pondok yang liburan. Karena, kalau santri pondok tidak liburan, tempat tidak mencukupi untuk digabung antara santri pondok dengan santri program tahfidz.
Pondok Pesantren yang dibangun tahun 2014 ini, lanjutnya, berdiri di atas lahan yang kurang dari satu hektar. Cukup sempit jika permohonan santri yang diberikan di atas di atas 300 orang. Terlebih bangunannya masih belum banyak.
Awalnya, Ponpes ini hanya berupa majelis taklim yang memulai pengajian pada 17 September 2014. Setahun kemudian, barulah proses pembelajaran kitab kuning dengan menerima santri duduk mulai dilakukan.
Hingga saat ini sudah tujuh tahun Ponpes melayani, dan sudah meluluskan satu angkatan santri putra. Sedangkan untuk penerimaan santriwati baru dilakukan satu tahun berjalan.
“Guru Bakhiet yang memberikan nama pada Ponpes dan majelis ini,” kenang Guru M Saubari.
Kurikulum yang digunakan Ponpes salafi ini sendiri gabungan antara Ponpes Darussalam dan Nurul Muhibbin, tempat di mana Guru M Saubari yang lahir Barabai 9 Mei 1978 tersebut menuntut ilmu.
Keberadaan Ponpes, katanya, tidak bisa dilepaskan dari majelis taklim. Majelis taklim menjadi denyut nadi keberlangsungan hidup Ponpes.
Untuk para santri yang menuntut ilmu, pihaknya hanya mengambil infaq sebesar Rp200.000 per bulan, untuk santri makan tiga kali sehari selama sebulan.
“Untuk gaji tenaga pengajar dan operasional Ponpes lainnya, kita cuma mengandalkan sumbangan dari jemaah. Memang ada rencana mengadakan beberapa usaha, tapi sambil berjalan lah, karena perlu tenaga dan modal. Pelan-pelan saja, ” ujarnya.