TERAS7.COM – Usaha Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Banjarbaru dalam mengupayakan legalitas untuk ruang pertambangan rakyat, khusus eskplorasi mineral intan di wilayah Cempaka tidak membuahkan hasil.
Terhentinya upaya Pansus DPRD Kota Banjarbaru dalam memperjuangkan hak penambang rakyat di Cempaka ini, disebabkan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Banjarbaru yang secara tegas menyatakan tidak ingin membuka ruang pertambangan rakyat di wilayah tersebut.
Ketua Pansus VI sekaligus Ketua Komisi III DPRD Kota Banjarbaru, Emi Lasari menyatakan, sampai hari ini Rabu (15/03/2023), persoalan mengenai pertambangan rakyat yang diupayakan pihaknya kepada Pemko Banjarbaru masih menemui jalan buntu, atau “deadlock”.
“Sampai hari ini, ternyata persoalan mengenai pertambangan rakyat itu kita belum ada mufakat atau belum ada kesamaan presepsi, maka boleh dikatakan kita mengalami jalan buntu atau deadlock, antara kita Pansus DPRD Kota Banjarbaru dengan Pemko Banjarbaru terkait pertambangan rakyat,” ujarnya kepada wartawan.
Emi melanjutkan, pada 20 Februari lalu, DPRD Kota Banjarbaru sudah bersurat kepada Pemko Banjarbaru, terkait hasil notulensi rapat koordinasi sinkronasi RTRW Provinsi Kalimantan Selatan, tentang pertambangan rakyat dengan jajaran Pemko Banjarbaru.
Kemudian, pada 3 Maret lalu, Pemko Banjarbaru menjawab surat dari DPRD Kota Banjarbaru itu, dengan isi yang menyatakan bahwa belum dapat mengusulkan kesediaan ruang untuk pertambangan rakyat di Cempaka.
“Pada 3 Maret, pemerintah kota memberikan surat yang isinya tidak bisa memberikan ruang pertambangan rakyat ke DPRD Banjarbaru,” ucap Emi.
Emi juga menegaskan, pertambangan rakyat yang diupayakan rekomendasinya oleh pansus VI DPRD Kota Banjarbaru hanya mineral intan, tidak untuk galian C.
Lebih jauh Emi mengatakan, keinginan pansus VI DPRD Kota Banjarbaru jelas terkait usulan pertambangan rakyat ini, mereka ingin mengakomodir kepentingan lokal yaitu pertambangan intan yang sudah turun-temurun sejak puluhan tahun lalu dilakukan masyarakat di Cempaka.
“Kita ingin mereka (penambang rakyat di Cempaka -red) dilegalkan, jangan ilegal terus-menerus, jadi itu yang jadi dasar kita mengurus izin mereka, sehingga ini bisa dilakukan pemantauan, dan pembinaan termasuk dibatasi luasannya, dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Apalagi, dalam tataran kondisi sosial ekonomi, pertambangan rakyat sangat penting bagi warga Cempaka, yang sudah turun-temurun mengais rejeki lewat pekerjaan tersebut.
“Karena memang dalam tataran kondisi sosial ekonomi itu sangat penting bagi warga kita di Cempaka, jadi pertimbangan dewan ini jelas, yakni mengawal kepentingan masyarakat di Cempaka,” terangnya.
Kendati demikian, ia tetap menghargai keputusan dari Pemko Banjarbaru, akan tetapi pihaknya dengan tegas tidak mengusulkan agensa paripurna terkait pengesahan Raperda RTRW Kota Banjarbaru, melainkan akan dikembalikan ke aturan yang berlaku.
“Kalau kemudian sikap pemko seperti itu, kami menghargai, silahkan saja, tapi jika tidak bermufakat maka pansus tidak akan mengusulkan agenda paripurna terkait mengenai RTRW kita, jadi kita akan kembalikan keaturan yang ada,” tegasnya.
Untuk upaya terakhir terkait legalitas kesediaan ruang pertambangan rakyat di Cempaka tersebut, pihaknya akan menaruh harapan ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
“Tidak ada win-win solutionnya, jadi kita kembalikan ke PP No 21 tahun 2021 tadi, paling kita berharap pemerintah provinsi bisa peka terhadap kebutuhan masyarakat bawah,” harapnya.
Adapun aturan yang dimaksud Emi yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
“Jadi pertama, waktu 2 bulan sejak diterbitkan Persub untuk penetapan Perda oleh DPRD. Kedua, jika belum ditetapkan, maka yang menetapkan langsung Walikota paling lambat 1 bulan sejak diterbitkan Persub atau total menjadi 3 bulan sejak diterbitkan Persub. Ketiga, kika Walikota juga tidak menetapkan, maka yang menetapkan Menteri ATR/BPN paling lama 1 bulan, total menjadi 4 bulan sejak diterbitkan Persub,” jelas Emi
Sementara itu, saat coba dikonfirmasi ke Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banjarbaru, Eka Yuliesda mengatakan, berdasarkan masukan staf ahli Walikota, diperlukan adanya study kelayakan atau kajian menyeluruh dari berbagai aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan lain sebagainya mengenai kesediaan ruang pertambangan rakyat di Cempaka.
Oleh karena belum ada kajian, maka dari itu menurut Eka, menjadi dasar Pemko Banjarbaru belum dapat untuk memberikan ruang legal bagi pertambangan rakyat di Cempaka.
“Berdasarkan masukan dari staf ahli walikota, diperlukan adanya study kelayakan atau kajian yang menyeluruh dari berbagai aspek ekonomi, sosial, lingkungan hidup, dan lain lain belum ada kajian, jadi pemko belum bisa memberikan ruang tersebut,” pungkas Eka.