TERAS7.COM – Forum Komunikasi Pendidikan Inklusif (FKPI) Kota Banjarbaru melaksanakan Peringatan Hari Peduli Autis dan Down Syndrome Internasional dengan mempersembahkan Parade Dongeng Anak Negeri di Aula BPKP PNFI Guntung Payung, Kamis (4/4).
Peringatan yang mengangkat tema ‘Dongeng Kami untuk Mereka, Kita Maju dan Berkarya Bersama-Sama’ ini juga mempersembahkan Parade Dongeng Anak Negeri.
Wakil Walikota Banjarbaru H Darmawan Jaya Setiawan dalam sambutannya menyampaikan, sistem pendidikan inklusif memberikan kesempatan belajar kepada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sama dengan anak-anak pada umumnya sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari.
“Pendidikan inklusif adalah sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dunia pendidikan,” kata Darmawan Jaya.
Sekolah inklusif adalah sistem pendidikan formal yang dipersiapkan untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan pada semua anak termasuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
“Saya sangat setuju, mereka disebut anak-anak yang spesial, anak-anak berbakat, maupun anak-anak istimewa,” terangnya.
“Kita lihat apa yang ada di dalam dirinya dan lihat potensinya, itulah yang semestinya. Kita jangan terpaku pada fisiknya, entah siapapun itu, tapi kita lihat kontribusinya kepada dirinya, orang-orang terdekatnya dan juga masyarakat,” tambah Darmawan Jaya.
Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Pendidikan Inklusi (FKPI) Ummi Saroh mengatakan, kegiatan ini memberikan apresiasi kepada 20 sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif di lima kecamatan di Banjarbaru, dari jenjang SD, SMP, SMA/SMK.
“Juga menampilkan potensi-potensi anak-anak didik kita yang berada di sekolah inklusif di Banjarbaru, seperti mendongeng dan musikalisasi puisi,” terangnya.
Dari kegiatan ini, ia berpesan bahwa sekolah inklusif itu harus merata, karena sekolah inklusif prinsipnya adalah mendekatkan anak dengan sekolah.
“Jadi, jika nanti ada penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus, maka sistem zonasi adalah paling tepat bagi mereka. Jadi mereka tidak harus jauh-jauh dari sekolahnya. Kalau per kecamatan semuanya memberikan kontribusi dan menerima anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka dapat bersekolah yang dekat dengan rumah. Memang seperti itu yang diharapkan dari pendidikan inklusif, ” pungkasnya.