TERAS7.COM – Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kabupaten Banjar, dr. Diauddin angkat bicara pada Rabu (29/4) mengenai warga Martapura yang belum lama ini meninggal dan dimakamkan dengan protokol Covid-19.
Diauddin menceritakan usai pemakaman dengan protokol Covid-19 yang sempat menimbulkan kontroversi tersebut, 2 orang anak pasien tersebut mendatanginya.
“Keluarga yang bersangkutan minta penjelasan dan mengadu pada kita. Hari ini kita sampaikan pada masyarakat bahwa beliau belum terbukti positif Covid-19, namun prosedur di masa sekarang mengharuskan beliau dimakamkan dengan prosedur yang ditetapkan. Banyak isu yang beredar di masyarakat dan berlebihan,” katanya.
Diauddin mengungkapkan bahwa pasien meninggal tersebut diketahui hanya berkontak dengan 2 orang saja, yaitu kedua anak beliau yang mengantarkannya ke rumah sakit.
“Setelah kami rapid test keduanya non reaktif. Salah satu anak beliau menyampaikan bahwa stigma mengenai Covid-19 ini sangat kejam, bahkan ia sampai dikeluarkan dari pekerjaan hanya karena berkontak dengan ayahnya. Begitu pula dengan anak-anak beliau yang lain pun mendapatkan stigma negatif dari masyarakat,” terangnya.
Masyarakat lanjut Diauddin harusnya membantu keluarga pasien dan tidak membuat stigma negatif bahwa pasien yang meninggal diduga karena Covid-19 adalah aib sehingga keluarga yang bersangkutan dijauhi secara membabi buta.
“Kita harusnya bisa berempati dengan korban dan keuarga korban, karena Covid-19 ini bisa mengenai siapa saja, baik yang kaya maupun yang miskin, yang sehat maupun yany sakit hingga dari rakyat sampai pejabat. Stigma yang berlebihan ini mungkin akan kita pahami jika kita suatu saat nanti juga bisa terkena Covid-19 ini. Karena itu kami meminta agar masyarakat bisa memahami hal ini karena beban mental bagi keluarga korban sangat berat,” tegasnya.
Diauddin juga membeberkan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki riwayat perjalanan kemana-mana dan hanya hidup sendiri di rumah sehingga kontak dengan keluarganya juga minim.
“Beliau juga sudah mengalami sakit jantung sejak lama, bahkan sempat masuk RS Pelita Insani dan kemudian dirawat lagi di RSUD Raza karena maag. Terakhir yang bersangkutan mengeluh tak nyaman di dada hingga kemudian meninggal dunia,” jelasnya.
Namun karena situasi yang terjadi sekarang adalah situasi wabah Covid-19, maka siapapun yang memiliki gejala klinis Covid-19 seperti batuk kering, sesak nafas dan demam maka secara prosedur yang berlaku akan disangka sebagai suspect Covid-19 sampai ada hasil swab yang menyatakan negatif.
“Namun yang bersangkutan juga meninggal tak lama setelah mengalami keluhan di dada sehingga tak sempat kita periksa swab-nya. Prosedur seperti itu dilakukan sebagai tindakan preventif yang lazim dilakukan di rumah sakit ketika terjadi wabah, termasuk jika meninggal maka akan menjalani pemakaman dengan protokol tertentu,” ungkapnya.
Diauddin menambahkan pemakaman pasien yang hasilnya belum jelas positif atau negatif Covid-19 dengan protokol pemulsaraan khusus tak hanya terjadi kali ini saja.
“Di Kabupaten Banjar saja sudah ada beberapa yang dimakamkan dengan Protokol Covid-19 walau belum dinyataka positif atau negatif karena itu sesuai dengan SOP tindakan pencegahan penyebaran peyakit. Bahkan di Jakarta saja mereka yang dimakamkan dengan protokol tersebut jumlahnya jauh melebihi kasus kematian pasien positif,” pungkas Diauddin.