TERAS7.COM – Setiap tahun jumlah penduduk semakin meningkat dan ruang yang menjadi tempat tinggal penduduk tersebut luasnya tetap. Dengan demikian hal tersebut menimbulkan ketidakseimbangan. Padahal dengan adanya jumlah penduduk yang meningkat tersebut menimbulkan dampak yang sangat kompleks bagi kehidupan dalam suatu wilayah. Permasalahan-permasalahan akan muncul seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Hal itu yang mendasari terselenggaranya Rapat Kerja oleh Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) bersama beberapa instansi terkait guna selaraskan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di wilayah Kalimantan Selatan yang segera dituangkan dalam Peraturan Daerah. Selasa (01/03) pagi.
Awali paparannya, Ketua Komisi III H. Hasanuddin Murad utarakan beberapa kawasan yang terjadi perubahan, salah satunya yang menjadi sorotan yaitu wilayah hutan lindung.
“Ada beberapa wilayah hutan lindung yang ternyata dikawasan itu ada jalan maka berubahlah menjadi kawasan APL (area di luar kawasan hutan negara yang diperuntukkan bagi kegiatan pembangunan di luar bidang kehutanan),” tuturnya.
Menurut politisi Golkar tersebut, hal ini sangatlah komplek. Karena itulah ada tiga komponen yang mempengaruhi tata ruang suatu wilayah.
“Ketiga komponen tersebut antara lain sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya fisik (buatan). Sebagai salah satu contoh pengelolaan sumber daya alam yang kurang baik adalah adanya alih fungsi hutan lindung menjadi kawasan budidaya yang tidak terkendali menyebabkan kerusakkan ekosistem. Dampak nyata dari kerusakan ekosistem tersebut adalah adanya banjir bandang, global warming dan sebagainya,” ujarnya.
Tanggapi hal tersebut, Kepala Bidang (Kabid) RTRW Dinas PUPR Provinsi Kalsel, MN Sjamsi menyampaikan bahwa Kalsel sudah memiliki perda RTRW ini akan tetapi dengan mencuatnya UU Cipta Kerja sehingga perda ini sudah tidak sesuai.
Diterangkannya, pada saat ini Kalsel memiliki Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 tentang RTRW Provinsi (RTRWP) Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035. Dan Undang-undang yang menjadi pedoman dalam penataan ruang telah diperbaharui dengan adanya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Ia menambahkan, operasionalisasi pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2015 selama ini sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang
berpengaruh antara lain pengaruh kebijakan otonomi daerah kabupaten/kota, kebijakan regional dan kebijakan nasional. Sedangkan faktor internal yang berpengaruh antara lain peta dasar dalam pemetaan, kelengkapan data dan informasi, analisis dan rencana yang saling terkait, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia.
Mengakhiri Rapat Kerja ini, Ketua Komisi III Hasanuddin Murad juga berharap, dengan adanya beberapa data ini dapat merubah tata ruang wilayah yang kondusif sehingga masyarakat lebih optimal dalam berkegiatan. Dengan data-data input tersebut akan menghasilkan output yang berupa Dokumen Rencana Tata Ruang.
Perencanaan tata ruang ini, lanjutnya, difokuskan pada aspek fisik spasial yang
mencakup perencanaan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang. Dengan
adanya Dokumen Rencana Tata Ruang tersebut diharapkan dapat mewujudkan
cita-cita yaitu kondisi ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.