TERAS7.COM – Masyarakat Martapura dan sekitarnya yang sering lalu lalang di Jalan Martapura Lama Desa Sungai Batang, Kecamatan Martapura Barat atau warga dari daerah lain yang berziarah ke makam Datu Abdul Hamid Abulung Sungai Batang pasti sudah tidak asing lagi dengan warung-warung yang ada di sepanjang jalan yang menyajikan pemandangan unik.
Pemandangan berupa warung-warung yang menjual kerupuk berwarna warni yang terbungkus dalam plastik dan tergantung dengan harga yang cukup murah, mulai 5000 rupiah perkantong plastik, bahkan ada pula kerupuk yang masih dijemur di panas matahari yang berada di samping warung-warung tersebut.
Nurjannah (50) salah satu warga Desa Sungai Batang yang sudah selama 2 tahun menjual kerupuk warna warni ini menjelaskan pada jurnalis Teras7.com pada rabu siang (2/1) bahwa kerupuk yang berwarna-warni itu adalah kerupuk beras.
“Kerupuk ini bahannya dari beras dengan beragam warna seperti putih, merah, kuning, hijau bahkan jingga. Kerupuk ini saya buat, bungkus serta jual sendiri. Nanti kalau pembeli mau mengkonsumsi, maka harus digoreng terlebih dahulu,” ujar Nurjannah.
Nurjannah pun menjelaskan bahwa bahan yang digunakan untuk membuat kerupuk ini cuma beras dan tepung kanji dengan bumbu-bumbu yang dihaluskan yaitu bawang putih, ketumbar, penyedap rasa dan garam.
“Pertama-tama beras dimasak sampai jadi bubur, lalu dimasukkan bumbu-bumbu dan tepung kanji. Kalau mau diberi warna maka diberi kesumba sebagai pewarnannya, karena kerupuk ini aslinya berwarna putih,” jelas Nurjannah.
Kemudian bahan dasar kerupuk itu dibentuk dengan sendok nasi jadi pipih bulat lalu dijemur seharian di bawah panas matahari, kemudian kerupuk tersebut dibalik dan dijemur lagi selama sehari hingga menghasilkan kerupuk kering dengan tekstur yang keras tapi rapuh.
Selain menjual kerupuk beras buatan sendiri, Nurjannah mengatakan bahwa dirinya juga menjual kerupuk lain seperti kerupuk kentang, kerupuk singkong dan opak, tapi bukan buatan sendiri.
“Kerupuk yang lain saya beli dari pasar. Sebelumnya saya jual kerupuk ini, saya cuma jual ikan kering. Sekarang saya juga jual buah-buahan dan sayuran musiman seperti Waluh (Labu), Bilungka (Timun Suri) dan Nangka Belanda (sirsak) ditanam petani lokal,” ungkap Nurjannah.
Nurjannah melanjutkan bahwa Ikan Kering yang dijualnya itu juga buatannya sendiri secara tradisional dengan bahan ikan sungai lokal didapat dari mencari sendiri atau membeli dari orang lain.
“Biasanya ikan yang saya pakai itu ikan sepat, sepat siam, haruan (gabus), papuyu (betok), dan apa yang ada. Kalau sekarang di musim hujan ini susah untuk mendapatkan ikan juga untuk membuatnya jadi ikan kering karena cuaca tidak pasti, makanya disimpan di kulkas dulu sementara bila tidak kering” ungkapnya.
Nurjannah pun mengungkapkan bahwa dagangannya seperti berbagai jenis kerupuk, ikan kering dan buah-buahan serta sayuran sering cepat habis diserbu oleh pengguna jalan dan penziarah yang singgah untuk membeli di warungnya.
“Alhamdulillah soal penghasilan memang tidak pasti tapi sering kali habis, apalagi saat hari minggu yang paling ramai, biasanya cepat habis,” ungkapnya.
Saat ditanya soal bantuan dari Pemerintah Daerah, Nurjannah pun menyampaikan bahwa belum ada bantuan dari pemerintah, kecuali tempat menjemur ikan dari Dinas Perikanan.
“Jadi tempat menjemur ikan itu juga kami pakai untuk menjemur kerupuk. Juga belum ada bantuan modal dan perhatian dari pemerintah, kalaupun ada bantuan pun masih berupa hutang, makanya tidak kami ambil karena kami tidak berani berhutang,” ujarnya.