TERAS7.COM – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia berharap agar pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pemilu 2024 mendatang tidak ada unsur fitnah, maupun penghinaan terhadap agama.
Tujuannya, agar media penyiaran dapat menjadi rujukan pemberitaan, baik di media sosial dan masyarakat.
Hal ini diungkapkan Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja saat menghadiri Uji Publik Rancangan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia tentang Pengawasan Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye Pemilihan Umum di Jakarta, pada Kamis (14/09/2023).
“Harapannya, pemberitaan di media sosial akan merujuk pada teman-teman lembaga penyiaran. Juga, masyarakat akan mengacu pada lembaga penyiaran apakah berita ini benar atau tidak,” ujar Ketua Bawaslu dalam keterangan resminya.
Kemudian, Ketua Bawaslu juga berharap, dengan tidak adanya unsur fitnah maupun penghinaan terhadap agama, dapat membuat pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pemilu 2024 semakin baik.
“Terima kasih atas sumbangsih teman-teman lembaga penyiaran dalam pemberitaan dan juga penyiaran mengenai pemilu dan hal-hal yang berkaitan dengan seluruh ketentuan pemilu,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Bagja juga turut mengusulkan kepada peserta uji publik untuk mendorong KPU merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 yang berkaitan dengan kampanye, terutama tentang sosialisasi di lembaga penyiaran.
Hal ini agar sosialisasi dapat dilakukan peserta pemilu, karena menurutnya, saat ini ada partai peserta pemilu baru dan partai lama juga ada yang mendapat nomor urut berbeda, dengan catatan tidak melakukan kampanye.
“Apakah sosialisasi kemudian diperbolehkan dalam frekuensi publik karena aturannya tidak ada sebenarnya. Seharusnya, aturan sosialisasi lebih fleksible dibandingkan dengan kampanye, namun di PKPU 15 agak restrict (dibatasi -red),” kata alumnus Universitas Indonesia itu.
Disamping itu kata Bagja, kampanye itu harus ada tiga unsur yang terpenuhi yaitu peserta pemilu atau pihak yang dituju, kedua ada usaha untuk meyakinkan.
Ketiga unsur ini menurutnya menawarkan visi misi, program kerja atau citra diri. Mengingat, menurut PKPU Nomor 15, citra diri adalah nomor urut dan lambang partai. “Tidak diperkenankan akumulasi dari tiga hal ini yakni adanya peserta pemilu, usaha untuk meyakinkannya, dan juga penawaran visi/misi, program dan citra diri,” pungkasnya.