TERAS7.COM – Dalam beberapa tahun belakangan, marak penjualan tanah kapling di masyarakat, terlebih permintaan masyarakat akan properti yang meningkat.
Akan tetapi, penjualan tanah kapling ternyata dilarang sesuai dengan Pasal 26 ayat (1) Undang–undang Nomor 4 Tahun 1992 Jo Pasal 146 UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman yang berbunyi: “Badan Usaha di bidang pembangunan perumahan dan pemukiman yang membangun lingkungan siap bangun dilarang menjual kapling tanah matang tanpa rumah.”
Hal ini diungkapkan Kepala Bidang Penyediaan Perumahan Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Kabupaten Banjar, Akhmad Rizqon beberapa waktu yang lalu.
Akhmad Rizqon menambahkan hal ini juga sesuai dengan Undang Undang nomor 1 tahun 2011 tentang kawasan perumahan dan kawasan permukiman pasal 146.
“Pasal 146 UU nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman yang berbunyi, Badan hukum yang membangun Lingkungan siap bangun (Lisiba) dilarang menjual kapling tanah matang tanpa rumah. Dalam hal pembangunan perumahan untuk Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan kapling tanah matang ukuran kecil, larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan,” terangnya.
Rizqon menjelaskan yang dimaksud dengan “menjual kapling tanah matang tanpa rumah” adalah suatu kegiatan badan hukum yang dengan sengaja hanya memasarkan kapling tanah matang kepada konsumen tanpa membangun rumah terlebih dahulu.
“Penjualan kapling tanah matang kepada konsumen hanya dapat dilakukan apabila badan hukum tersebut telah membangun perumahan sekurang-kurangnya 25 persen dari rencana pembangunan perumahan di Lisiba dan dalam keadaan terjadi krisis moneter nasional yang berakibat pada kesulitan likuiditas pada badan hukum tersebut,” ungkapnya.
Sehingga penjualan tanah kapling, baik ukuran kecil, sedang dan besar dibeberapa daerah secara tegas dilarang, walaupun ketentuan tersebut dikecualikan dalam hal pembangunan perumahan untuk MBR dengan kapling tanah matang ukuran kecil.
Selanjutnya apabila menjual tanah kapling untuk kawasan perumahan dan permukiman menggunakan sertifikat langsung dari pemilik lahan kepada pembeli, maka hal tersebut masuk kategori tindak Pidana penggelapan pajak.
Sementara itu pengamat hukum, Supiansyah Darham pada Rabu (25/8/2021) membenarkan adanya aturan dilarangnya penjualan tanah kapling tersebut.
“Memang ada dasar hukum yang melarang tanah kapling untuk diperjualbelikan, tapi prakteknya ada terjadi. Karena itu penegakan hal tersebut tergantung masing-masing pemerintah daerah,” katanya.
Supiansyah Darham mengatakan ia belum tahu apakah ada Peraturan Daerah (Perda) yang memperbolehkan penjualan tanah kapling, jika ada maka aturan tersebut tidak diperbolehkan ada karena bertabrakan dengan aturan di atasnya.
“Hemat kita, pemerintah daerah harus mengambil sikap atas pelanggaran ini, karena itu pemerintah harus memastikan agar pelanggaran seperti ini tak terjadi lagi,” terangnya.
Namun penegakkan peraturan tersebut lanjutnya jangan sampai membuat masyarakat yang membeli tanah kapling dirugikan.
“Kalau mau diberikan sanksi, maka berikan sanksi pada si penjual tanah kapling. Pemerintah Daerah harus bersikap dan bagaimana melaksanakan aturan yang sudah ada ini,” kata Supiansyah Darham.