TERAS7.COM – Isu mengenai sistem Pemilu 2024 yang bakal dilaksanakan secara proporsional tertutup, akhirnya terbantahkan usai putusan sidang Mahkamah Konstitusi (MK), pada Kamis (15/06/2023) siang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta.
Dalam sidangnya ini, Ketua MK Anwar Usman memutuskan menolak gugatan terkait sistem pemilu agar tertutup, sehingga pada perhelatan Pemilu 2024 mendatang akan tetap dilaksanakan secara proporsional terbuka.
Menurut pandangan mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Selatan periode 2018-2023, Edy Ariansyah mengatakan, putusan MK ini mengokohkan kepastian hukum terkait sistem Pemilu 2024 mendatang.
“Dengan kearifan dan pijakan keadilan konstitusional bahwa putusan Mahkamah Konstitusi ini mengokohkan kepastian hukum terkait sistem pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD pada Pemilu 2024,” ujarnya.
Bagi Edy, sistem proporsional terbuka yang jadi rule of the game Pemilu 2024 ini memberi dampak positif bagi iklim demokrasi di Indonesia, dan memenuhi ekspektasi mayoritas pemangku kepentingan pemilu, seperti partai politik peserta, civil society, pemilih dan lainnya.
Lalu ia juga turut menyimak pertimbangan hukum MK mengenai money politics atau politik uang yang tetap berpotensi terjadi pada sistem pemilu apapun yang digunakan.
Terkait potensi money politics ini, menurut Edy, penting bagi semua pihak untuk memperkuat kesadaran pemilu yang berintegritas, dan komitmen ini diletakan kepada seluruh pemangku kepentingan Pemilu.
“Integritas proses dan hasil pemilu menjadi tanggung jawab semua pihak, dan umumnya kepada pemangku kepentingan utama pemilu yaitu penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan pemilih,” ucapnya.
Terlebih menurut Edy, dari hasil putusan sistem Pemilu 2024 oleh MK ini setidaknya berdampak positif terhadap integritas jalannya pesta demokrasi yang jujur dan adil.
Seperti misalnya, mengurangi dinamika internal partai politik terkait nominasi urutan daftar bakal calon anggota DPR dan DPRD yang telah diajukan kepada penyelenggara pemilu.
“Setidaknya terkurangi dinamika internal partai politik terkait nominasi urutan daftar bakal calon Anggota DPR dan DPRD yang telah diajukan kepada penyelenggara Pemilu,” ungkapnya.
Kemudian kata Edi, hasil putusan MK ini berdampak terhadap terjaganya kontinuitas strategi elektabilitas partai politik peserta pemilu yang telah direncanakan jauh sebelum pengajuan daftar calon DPR dan DPRD.
Lalu, terjaganya atau meningkatkan animo kerja pemenangan setiap bakal calon anggota DPR dan DPRD, yang telah diajukan partai politiknya masing-masing kepada penyelenggara pemilu untuk mencapai target elektablitas.
Selain itu kata Edy, sistem proporsional terbuka ini juga menjaga konsistensi regulasi teknis terkait pencalonan DPR dan DPRD yang telah diundangkan oleh KPU.
“Sehingga tidak diperlukan menata ulang mekanisme dan prosedur teknis proses pencalonan legislatif yang sedang berlangsung,” tuturnya.
Disamping itu, sistem proporsional terbuka ini menurut Edy juga memperkuat kepatuhan penyelenggaraan pemilu demokratis yang berkepastian hukum.
“Yang mana menegaskan seluruh proses pemilu dapat diprediksi dan hasil pemilu tidak dapat diprediksi atau predictable process and unpredictable result,” terangnya.
Terakhir, menurut Edy, sistem proporsional terbuka juga dapat memperkokoh kematangan pemahaman pemilih terkait informasi sistem pemilu yang telah disosialisasikan, dan diedukasikan oleh penyelenggara pemilu.
“Sehingga tercegahnya potensi dampak yang menegasikan ketaatan terhadap prinsip kepastian hukum dalam penyelenggaraan Pemilu,” pungkasnya. (ADV)