TERAS7.COM – Pemerintah telah meluncurkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang teramanatkan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
PPS atau dalam istilah umum ini disebut dengan Voluntary Disclosure Program (VDP) ini merupakan kesempatan bagi wajib pajak untuk melaporkan harta yang tak dilaporkan.
Hal ini diungkapkan Kepala Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Martapura Heri Sukoco dalam sesi talkshow di Radio Suara Banjar pada Selasa (28/12/21).
Heri Sukoco mengungkapkan program yang mirip dengan tax amnesty atau pengampunan pajak ini akan berlangsung pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022 mendatang.
“Program ini memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk melaporkan harta yang lupa dilaporkan. Dalam program ini ada 2 kebijakan atau skema,” katanya.
Pertama adalah pembayaran pajak penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program tax amnesty.
Sementara skema kedua adalah pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi tahun pajak 2020.
“Untuk skema pertama diperuntukkan bagi wajib pajak untuk badan dan pribadi, sementara untuk skema kedua diperuntukkan bagi wajib pajak pribadi,” terangnya.
PPS ini sendiri diluncurkan oleh pemerintah kata Heri Sukoco bagi wajib pajak yang “lupa” agar bisa melaporkan harta wajib pajak senilai ribuan triliun dana yang menganggur di dalam dan luar negeri.
“Kurang lebih ada ribuan triliun, yang terverifikasi ada 6.000 triliun di luar negeri. Di dalam negeri juga banyak. Jika sampai 1 Juli belum dilaporkan, pemerintah berhak menetapkan Surat Tagihan Pajak dengan sanksi dan denda sampai 200 persen,” terangnya.
Jika wajib pajak yang lupa tadi melaporkan hartanya yang disembunyikan ungkat Heri Sukoco, maka harta tersebut tak akan dijadikan alat penyidikan dan penuntutan sehubunan dengan tindak pindana.
“Itu adalah salah satu benefit bagi wajib pajak yang ikut program ini, baik untuk aset di dalam negeri maupun di luar negeri. Kalau harta tersebut dibawa ke dalam negeri sesuai keinginan pemerintah, tarifnya bisa lebih murah,” jelasnya.
Untuk kebijakan pertama, jika wajib pajak mengungkapkan harta yang ada di luar negeri, maka akan dikenakan tarif hanya 11 persen.
“Kalau harta di luar negeri di bawa keluar negeri atau harta di dalam negeri di ungkap, maka tarifnya hanya 8 persen. Sementara jika diinvestasikan di sektor tertentu yang ditentukan pemerintah seperti Surat Berharga Negara (SHN) maka tarifnya hanya 6 persen,” katanya.
Sementara untuk skema kebijakan kedua bagi wajib pajak pribadi khususnya orang kaya yang punya harta yang disembunyikan di luar negeri, jika mengungkapkan maka tarifnya sebesar 18 persen.
“Sementara jika dibawa ke dalam negeri atau pengungkapan harta wajib pajak di dalam negeri tarifnya sebesar 14 persen. Kalau di investasikan di sektor yang ditentukan pemerintah, tarifnya hanya 12 persen,” tambahnya.
Menurut Heri Sukoco, wajib pajak jangan melihat besarnya tarif yang ditetapkan, karena sanksi bagi wajib pajak yang tidak mengungkapkan hartanya akan diberikan sangat berat.
“Ini merupakan win-win solution yang dilakukan pemerintah agar kita bisa bersama-sama berkontribusi dalam percepatan ekonomi yang dilakukan pemerintah sehingga dapat berguna bagi bangsa kita,” tutupnya.